Sabtu, 18 Juni 2011

PROSES LAHIRNYA ILMU



1.1. Manusia Mencari Kebenaran

Manusia mencari kebenaran dengan menggunakan akal sehat (common sense) dan dengan ilmu pengetahuan.
Letak perbedaan yang mendasar antara keduanya ialah berkisar pada kata “sistematik” dan “terkendali”. Ada lima hal pokok yang membedakan antara ilmu dan akal sehat. Yang pertama, ilmu pengetahuan dikembangkan melalui struktur-stuktur teori, dan diuji konsistensi internalnya. Dalam mengembangkan strukturnya, hal itu dilakukan dengan tes ataupun pengujian secara empiris/faktual. Sedang penggunaan akal sehat biasanya tidak. Yang kedua, dalam ilmu pengetahuan, teori dan hipotesis selalu diuji secara empiris/faktual. Halnya dengan orang yang bukan ilmuwan dengan cara “selektif”. Yang ketiga, adanya pengertian kendali (kontrol) yang dalam penelitian ilmiah dapat mempunyai pengertian yang bermacam-macam.

Yang keempat, ilmu pengetahuan menekankan adanya hubungan antara fenomena secara sadar dan sistematis. Pola penghubungnya tidak dilakukan secara asal-asalan. Yang kelima, perbedaan terletak pada cara memberi penjelasan yang berlainan dalam mengamati suatu fenomena. Dalam menerangkan hubungan antar fenomena, ilmuwan melakukan dengan hati-hati dan menghindari penafsiran yang bersifat metafisis. Proposisi yang dihasilkan selalu terbuka untuk pengamatan dan pengujian secara ilmiah.

1.2 . Terjadinya Proses Sekularisasi Alam
Pada mulanya manusia menganggap alam suatu yang sakral, sehingga antara subyek dan obyek tidak ada batasan. Dalam perkembangannya sebagaimana telah disinggung diatas terjadi pergeseran konsep hukum (alam). Hukum didefinisikan sebagai kaitan-kaitan yang tetap dan harus ada diantara gejala-gejala. Kaitan-kaitan yang teratur didalam alam sejak dulu diinterpretasikan ke dalam hukum-hukum normative. Disini pengertian tersebut dikaitkan dengan Tuhan atau para dewa sebagai pencipta hukum yang harus ditaati. Menuju abad ke-16 manusia mulai meninggalkan pengertian hukum normative tersebut. Sebagai gantinya muncullah pengertian hukum sesuai dengan hukum alam. Pengertian tersebut berimplikasi bahwa terdapat tatanan di alam dan tatanan tersebut dapat disimpulkan melalui penelitian empiris. Para ilmuwan saat itu berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta hukum alam secara berangsur-angsur memperoleh sifat abstrak dan impersonal. Alam telah kehilangan kesakralannya sebagai ganti muncullah gambaran dunia yang sesuai dengan ilmu pengetahuan alam bagi manusia modern dengan kemampuan ilmiah manusia mulai membuka rahasia-rahasia alam.


1.3. Berbagai Cara Mencari Kebenaran
Dalam sejarah manusia, usaha-usaha untuk mencari kebenaran telah dilakukan dengan berbagai cara seperti :

1.3.1 Secara kebetulan
Ada cerita yang kebenarannya sukar dilacak mengenai kasus penemuan obat malaria yang terjadi secara kebetulan. Ketika seorang Indian yang sakit dan minum air dikolam dan akhirnya mendapatkan kesembuhan. Dan itu terjadi berulang kali pada beberapa orang. Akhirnya diketahui bahwa disekitar kolam tersebut tumbuh sejenis pohon yang kulitnya bisa dijadikan sebagai obat malaria yang kemudian berjatuhan di kolam tersebut. Penemuan pohon yang kelak dikemudian hari dikenal sebagai pohon kina tersebut adalah terjadi secara kebetulan saja.

1.3.2. Trial And Error
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran ialah dengan menggunakan metode “trial and error” yang artinya coba-coba. Metode ini bersifat untung-untungan. Salah satu contoh ialah model percobaan “problem box” oleh Thorndike. Percobaan tersebut adalah seperti berikut: seekor kucing yang kelaparan dimasukkan kedalam “problem box”—suatu ruangan yang hanya dapat dibuka apabila kucing berhasil menarik ujung tali dengan membuka pintu. Karena rasa lapar dan melihat makanan di luar maka kucing berusaha keluar dari kotak tersebut dengan berbagai cara. Akhirnya dengan tidak sengaja si kucing berhasil menyentuh simpul tali yang membuat pintu jadi terbuka dan dia berhasil keluar. Percobaan tersebut mendasarkan pada hal yang belum pasti yaitu kemampuan kucing tersebut untuk membuka pintu kotak masalah.

1.3.3 Melalui Otoritas
Kebenaran bisa didapat melalui otoritas seseorang yang memegang kekuasaan, seperti seorang raja atau pejabat pemerintah yang setiap keputusan dan kebijaksanaannya dianggap benar oleh bawahannya. Dalam filsafat Jawa dikenal dengan istilah ‘Sabda pendita ratu” artinya ucapan raja atau pendeta selalu benar dan tidak boleh dibantah lagi.


1.3.4. Berpikir Kritis/Berdasarkan Pengalaman
Metode lain ialah berpikir kritis dan berdasarkan pengalaman. Contoh dari metode ini ialah berpikir secara deduktif dan induktif. Secara deduktif artinya berpikir dari yang umum ke khusus; sedang induktif dari yang khusus ke yang umum. Metode deduktif sudah dipakai selama ratusan tahun semenjak jamannya Aristoteles.

1.3.5. Melalui Penyelidikan Ilmiah
Menurut Francis Bacon Kebenaran baru bisa didapat dengan menggunakan penyelidikan ilmiah, berpikir kritis dan induktif.
Catatan :
Selanjutnya Bacon merumuskan ilmu adalah kekuasaan. Dalam rangka melaksanakan kekuasaan, manusia selanjutnya terlebih dahulu harus memperoleh pengetahuan mengenai alam dengan cara menghubungkan metoda yang khas, sebab pengamatan dengan indera saja, akan menghasilkan hal yang tidak dapat dipercaya. Pengamatan menurut Bacon, dicampuri dengan gambaran-gambaran palsu (idola): Gambaran-gambaran palsu (idola) harus dihilangkan, dan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta secara telilti, maka didapat pengetahuan tentang alam yang dapat dipercaya. Sekalipun demikian pengamatan harus dilakukan secara sistematis, artinya dilakukan dalam keadaan yang dapat dikendalikan dan diuji secara eksperimantal sehingga tersusunlah dalil-dalil umum. Metode berpikir induktif yang dicetuskan oleh F. Bacon selanjutnya dilengkapi dengan pengertian adanya pentingnya asumsi teoritis dalam melakukan pengamatan serta dengan menggabungkan peranan matematika semakin memacu tumbuhnya ilmu pengetahuan modern yang menghasilkan penemuan-penemuan baru, seperti pada tahun 1609 Galileo menemukan hukum-hukum tentang planet, tahun 1618 Snelius menemukan pemecahan cahaya dan penemuan-penemuan penting lainnya oleh Boyle dengan hukum gasnya, Hygens dengan teori gelombang cahaya, Harvey dengan penemuan peredaran darah, Leuwenhock menemukan spermatozoide, dan lain-lain.


1.4. Dasar-Dasar Pengetahuan
Dalam bagian ini akan dibicarakan dasar-dasar pengetahuan yang menjadi ujung tombak berpikir ilmiah. Dasar-dasar pengetahuan itu ialah sebagai berikut :

1.4.1. Penalaran
Yang dimaksud dengan penalaran ialah Kegiatan berpikir menurut pola tertentu, menurut logika tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan penegtahuan. Berpikir logis mempunyai konotasi jamak, bersifat analitis. Aliran yang menggunakan penalaran sebagai sumber kebenaran ini disebut aliran rasionalisme dan yang menganggap fakta dapat tertangkap melalui pengalaman sebagai kebenaran disebut aliran empirisme.



1.4.2. Logika (Cara Penarikan Kesimpulan)
Ciri kedua ialah logika atau cara penarikan kesimpulan. Yang dimaksud dengan logika sebagaimana didefinisikan oleh William S.S ialah “pengkajian untuk berpikir secara sahih (valid).
Dalam logika ada dua macam yaitu logika induktif dan deduktif. Contoh menggunakan logika ini ialah model berpikir dengan silogisma, seperti contoh dibawah ini :
Silogisma
Premis mayor : semua manusia akhirnya mati
Premis minor : Amir manusia
 Kesimpulan : Amir akhirnya akan mati

1.5. Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan dalam dunia ini berawal dari sikap manusia yang meragukan setiap gejala yang ada di alam semesta ini. Manusia tidak mau menerima saja hal-hal yang ada termasuk nasib dirinya sendiri. Rene Descarte pernah berkata “DE OMNIBUS DUBITANDUM” yang mempunyai arti bahwa segala sesuatu harus diragukan. Persoalan mengenai kriteria untuk menetapkan kebenaran itu sulit dipercaya. Dari berbagai aliran maka muncullah pula berbagai kriteria kebenaran.

1.6. Kriteria Kebenaran
Salah satu kriteria kebenaran adalah adanya konsistensi dengan pernyataan terdahulu yang dianggap benar. Sebagai contoh ialah kasus penjumlahan angka-angka tersebut dibawah ini
3 + 5 = 8
4 + 4 = 8
6 + 2 = 8
Semua orang akan menganggap benar bahwa 3 + 5 = 8, maka pernyataan berikutnya bahwa 4 + 4 = 8 juga benar, karena konsisten dengan pernyataan sebelumnya.
Beberapa kriteria kebenaran diantaranya ialah

1.6.1. Teori Koherensi (Konsisten)
Yang dimaksud dengan teori koherensi ialah bahwa suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya ialah matematika yang bentuk penyusunannya, pembuktiannya berdasarkan teori koheren.

1.6.2.Teori Korespondensi (Pernyataan sesuai kenyataan)
Teori korespondensi dipelopori oleh Bertrand Russel. Dalam teori ini suatu pernyataan dianggap benar apabila materi pengetahuan yang dikandung berkorespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Contohnya ialah apabila ada seorang yang mengatakan bahwa ibukota Inggris adalah London, maka pernyataan itu benar. Sedang apabila dia mengatakan bahwa ibukota Inggris adalah Jakarta, maka pernyataan itu salah; karena secara kenyataan ibukota Inggris adalah London bukan Jakarta.

1.6.3. Teori Pragmatis (Kegunaan di lapangan)
Tokoh utama dalam teori ini ialah Charles S Pierce. Teori pragmatis mengatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Kriteria kebenaran didasarkan atas kegunaan teori tersebut. Disamping itu aliran ini percaya bahwa suatu teori tidak akan abadi, dalam jangka waktu tertentu itu dapat diubah dengan mengadakan revisi.

1.7. Ontologi (apa yang dikaji)
Ontologi ialah hakikat apa yang dikaji atau ilmunya itu sendiri. Seorang filosof yang bernama Democritus menerangkan prinsip-prinsip materialisme mengatakan sebagai berikut :
Hanya berdasarkan kebiasaan saja maka manis itu manis, panas itu panas, dingin itu dingin, warna itu warna. Artinya, objek penginderaan sering kita anggap nyata, padahal tidak demikian. Hanya atom dan kehampaan itulah yang bersifat nyata. Jadi istilah “manis, panas dan dingin” itu hanyalah merupakan terminology yang kita berikan kepada gejala yang ditangkap dengan pancaindera.

Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam semesta ini seperti adanya, oleh karena itu manusia dalam menggali ilmu tidak dapat terlepas dari gejala-gejala yang berada didalamnya. Dan sifat ilmu pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam mememecahkan masalah tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang memberikan pedoman terhadap hal-hal yang paling hakiki dari kehidupan ini. Sekalipun demikian sampai tahap tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi. Sebagai contoh, bagaimana kita mendefinisikan manusia, maka berbagai penegertianpun akan muncul pula.
Contoh : Siapakah manusia iu ? jawab ilmu ekonomi ialah makhluk ekonomi Sedang ilmu politik akan menjawab bahwa manusia ialah political animal dan dunia pendidikan akan mengatakan manusia ialah homo educandum.

1.8 Epistimologi (Cara mendapatkan kebenaran)
Yang dimaksud dengan epistimologi ialah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan pengetahuan ialah :
1. Batasan kajian ilmu : secara ontologis ilmu membatasi pada Pengkajian objek yang berada dalam lingkup manusia. tidak dapat mengkaji daerah yang bersifat transcendental (gaib/tidak nyata).
2. Cara menyusun pengetahuan : untuk mendapatkan pengetahuan menjadi ilmu diperlukan cara untuk menyusunnya yaitu dengan cara menggunakan metode ilmiah.
3. Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologis dan aksiologis ilmu itu sendiri
4. Penjelasan diarahkan pada deskripsi mengenai hubungan berbagai faktor yang terikat dalam suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu gejala dan proses terjadinya.
5. Metode ilmiah harus bersifat sistematik dan eksplisit
6. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak tergolong pada kelompok ilmu tersebut. (disiplin ilmu yang sama)
7. Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai alam dan menjadikan kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal.
8. Karakteristik yang menonjol kerangka pemikiran teoritis :
a. Ilmu eksakta : deduktif, rasio, kuantitatif
b. Ilmu social : induktif, empiris, kualitatif

1.9. Beberapa Pengertian Dasar
Konsep :
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan gejala secara abstrak, contohnya seperti kejadian, keadaan, kelompok. Diharapkan peneliti mampu memformulasikan pemikirannya kedalam konsep secara jelas dalam kaitannya dengan penyederhanaan beberapa masalah yang berkaitan satu dengan yang lainnya.
Dalam dunia penelitian dikenal dua pengertian mengenai konsep, yaitu Pertama konsep yang jelas hubungannya dengan realita yang diwakili, contoh : meja, mobil dll nya Kedua konsep yang abstrak hubungannya dengan realitas yang diwakili, contoh : kecerdasan, kekerabatan, dll nya.

Konstruk :
Konstruk (construct) adalah suatu konsep yang diciptakan dan digunakan dengan kesengajaan dan kesadaran untuk tujuan-tujuan ilmiah tertentu.

Proposisi :
Proposisi adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Contoh : dalam penilitian mengenai mobilitas penduduk, proposisinya berbunyi : “proses migrasi tenaga kerja ditentukan oleh upah“ (Harris dan Todaro).
Dalam penelitian sosial dikenal ada dua jenis proposisi; yang pertama aksioma atau postulat, yang kedua teorema. Aksioma ialah proposisi yang kebenarannya sudah tidak lagi dalam penelitian; sedang teorema ialah proposisi yag dideduksikan dari aksioma.

Teori :
Salah satu definisi mengenai teori ialah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena secara sisitematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Kerlinger, FN)
Definisi lain mengatakan bahwa teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari satu disiplin ilmu. Teori mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut;
a. harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontraksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
b. harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun konsistennya apabila tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.
c. Ada empat cara teori dibangun menurut Melvin Marx :
1) Model Based Theory,
Berdasarkan teori pertama teori berkembang adanya jaringan konseptual yang kemudian diuji secara empiris. Validitas substansi terletak pada tahap-tahap awal dalam pengujian model, yaitu apakah model bekerja sesuai dengan kebutuhan peneliti.

2) Teori deduktif,
Teori kedua mengatakan suatu teori dikembangkan melalui proses deduksi. Deduksi merupakan bentuk inferensi yang menurunkan sebuah kesimpulan yang didapatkan melalui penggunaan logika pikiran dengan disertai premis-premis sebagai bukti. Teori deduktif merupakan suatu teori yang menekankan pada struktur konseptual dan validitas substansialnya. Teori ini juga berfokus pada pembangunan konsep sebelum pengujian empiris.
3) Teori induktif,
Teori ketiga menekankan pada pendekatan empiris untuk mendapatkan generalisasi. Penarikan kesimpulan didasarkan pada observasi realitas yang berulang-ulang dan mengembangkan pernyataan-pernyataan yang berfungsi untuk menerangkan serta menjelaskan keberadaan pernyataan-pernyataan tersebut.
4) Teori fungsional
Teori keempat mengatakan suatu teori dikembangkan melalui interaksi yang berkelanjutan antara proses konseptualisasi dan pengujian empiris yang mengikutinya. Perbedaan utama dengan teori deduktif terletak pada proses terjadinya konseptualisasi pada awal pengembangan teori. Pada teori deduktif rancangan hubungan konspetualnya diformulasikan dan pengujian dilakukan pada tahap akhir pengembangan teori.



Logika Ilmiah :
Gabungan antara logika deduktif dan induktif dimana rasionalisme dan empirisme bersama-sama dalam suatu system dengan mekanisme korektif.

Hipotesis :
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesis merupakan saran penelitian ilmiah karena hipotesis adalah instrumen kerja dari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara empiris. Dalam merumuskan hipotesis pernyataannya harus merupakan pencerminan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih.
Hipotesis yang bersifat relasional ataupun deskriptif disebut hipotesis kerja (Hk), sedang untuk pengujian statistik dibutuhkan hipotesis pembanding hipotesis kerja dan biasanya merupakan formulasi terbalik dari hipotesis kerja. Hipotesis semacam itu disebut hipotesis nol (Ho).

Variabel :

Variabel ialah konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang sedang dipelajari. Contoh : jenis kelamin, kelas sosial, mobilitas pekerjaan dll nya. Ada lima tipe variable yang dikenal dalam penelitian, yaitu: variable bebas (independent), variable tergantung (dependent), variable perantara (moderate), variable pengganggu (intervening) dan variable kontrol (control)
Jika dipandang dari sisi skala pengukurannya maka ada empat macam variabel: nominal, ordinal, interval dan ratio.

Definisi Operasional :
Yang dimaksud dengan definisi operasional ialah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur atau memanipulasi suatu variabel.
Definisi operasional memberi batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut.

1.20. Kerangka Ilmiah

1) Perumusan masalah : pertanyaan tentang obyek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor- faktor yang terkait didalamnya.
2) Penyusunan kerangka dalam pengajuan hipotesis:
a. Menjelaskan hubungan anatara factor yang terkait
b. Disusun secara rasional
c. Didasarkan pada premis-premis ilmiah
d. Memperhatikan faktor-faktor empiris yang cocok
3) Pengujian hipotesis :
mencari fakta-fakta yang mendukung hipotesis
4) Penarikan kesimpulan

1.21. Sarana Berpikir Ilmiah
bahasa
Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan, syarat-syarat :
• bebas dari unsur emotif
• reproduktif
• obyektif
• eksplisit

matematika
Matematika adalah pengetahuan sebagai sarana berpikir deduktif sifat
• jelas, spesifik dan informatif
• tidak menimbulkan konotasi emosional
• kuantitatif

statistika
statistika ialah pengetahuan sebagai sarana berpikir induktif sifat :
• dapat digunakan untuk menguji tingkat ketelitian
• untuk menentukan hubungan kausalitas antar factor terkait

1.22. Aksiologi (nilai Guna Ilmu)
Aksiologi ialah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
Contoh kasus : penelitian di Taiwan
Dampak kemajuan teknologi moderen telah diteliti dengan model penelitian yang terintegrasi, khususnya terhadap masyarakat dan budaya. Hasil kemajuan teknologi di Taiwan telah membawa negara itu mengalami “keajaiban ekonomi”, sekalipun demikian hasilnya tidak selalu positif. Kemajuan tersebut membawa banyak perubahan kebiasaan, tradisi dan budaya di Taiwan. Berdasarkan penelitian tersebut terdapat lima hal yang telah berubah selama periode perkembangan teknologi di negara tersebut yaitu :

1. Perubahan-perubahan dalam struktur industri berupa : meningkatnya sektor jasa dan peranan teknologi canggih pada bidang manufaktur.
2. Perubahan-perubahan dalam sruktur pasar berupa : pasar
3. menjadi semakin terbatas, sedang pengelolaan bisnis menjadi semakin beragam.
4. Perubahan-perubahan dalam struktur kepegawaian berupa : tenaga professional yang telah terlatih dalam bidang teknik menjadi semakin meningkat.
5. Perubahan-perubahan struktur masyarakat berupa : Meningkatnya jumlah penduduk usia tua dan konsep “keluarga besar” dalam proses diganti dengan konsep “keluarga kecil”.

Perubahan-perubahan dalam nilai-nilai sosial berupa : penghargaan yang lebih tinggi terhadap keuntungan secara ekonomis daripada masalah-masalah keadilan, meningkatnya kecenderungan masyarakat untuk bersikap individualistik.
1 Modul 1:
APAKAH PENELITIAN ITU?

Kata penelitian atau riset dipergunakan dalam pembicaraan sehari-hari untuk melingkup spektrum arti yang luas, yang dapat membuat bingung mahasiswa—terutama mahasiswa pascasarjana—yang harus mempelajari arti kata tersebut dengan tanda-tanda atau petunjuk yang jelas untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Dapat saja, sesuatu yang dulunya dikenali sebagai penelitian ternyata bukan, dan beberapa konsep yang salah tentunya harus dibuang dan diganti konsep yang benar.
Pada dasarnya, manusia selalu ingin tahu dan ini mendorong manusia untuk bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan itu. Salah satu cara untuk mencari jawaban adalah dengan mengadakan penelitian. Cara lain yang lebih mudah, tentunya, adalah dengan bertanya pada seseorang atau “bertanya” pada buku—tapi kita tidak selalu dapat mendapat jawaban, atau kita mungkin mendapatkan jawaban tapi tidak meyakinkan.
Pengertian penelitian sering dicampuradukkan dengan: pengumpulan data atau informasi, studi pustaka, kajian dokumentasi, penulisan makalah, perubahan kecil pada suatu produk, dan sebagainya. Kata penelitian atau riset sering dikonotasikan dengan bekerja secara eksklusif menyendiri di laboratorium, di perpustakaan, dan lepas dari kehidupan sehari-hari.
Menjadi tujuan bab ini untuk menjelaskan pengertian penelitian dan membedakannya dengan hal-hal yang bukan penelitian. Pengertian penelitian yang disarankan oleh Leedy (1997: 3) sebagai berikut: Penelitian (riset) adalah proses yang sistematis meliputi pengumpulan dan analisis informasi (data) dalam rangka meningkatkan pengertian kita tentang fenomena yang kita minati atau menjadi perhatian kita.
Mirip dengan pengertian di atas, Dane (1990: 4) menyarankan definisi sebagai berikut: Penelitian merupakan proses kritis untuk mengajukan pertanyaan dan berupaya untuk menjawab pertanyaan tentang fakta dunia. Seperti disebutkan di atas, mungkin di masa lalu, kita mendapatkan banyak konsep (pengertian) tentang penelitian, yang sebagian daripadanya merupakan konsep yang salah. Untuk memperjelas hal tersebut, di bawah ini dikaji pengertian yang “salah” tentang penelitian (menurut kita—kaum akademisi).

Pengertian yang salah tentang Penelitian
Secara umum, berdasar konsep-konsep yang “salah” tentang penelitian, maka perlu digarisbawahi empat pengertian sebagai berikut:
(1) Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data)
(2) Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain
(3) Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari informasi
(4) Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian.



Lebih lanjut kesalahan pengertian tersebut dijelaskan di bawah ini.
1. Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data)
Pernah suatu ketika, seorang mahasiswa mengajukan usul (proposal) penelitian untuk “meneliti” sudut kemiringan sebuah menara pemancar TV di kotanya. Ia mengusulkan untuk menggunakan peralatan canggih dari bidang keteknikan untuk mengukur kemiringan menara tersebut. Meskipun peralatannya canggih, tetapi yang ia lakukan sebenarnya hanyalah suatu survei (pengumpulan data/informasi) saja, yaitu mengukur kemiringan menara tersebut, dan survei itu bukan penelitian (tapi bagian dari suatu penelitian). Para siswa suatu SD kelas 4 diajak gurunya untuk melakukan “penelitian” di perpustakaan. Salah seorang siswa mempelajari tentang Columbus dari beberapa buku. Sewaktu pulang ke rumah, ia melapor kepada ibunya bahwa ia baru saja melakukan penelitian tentang Columbus. Sebenarnya, yang ia lakukan hanya sekedar mengumpulkan informasi, bukan penelitian. Mungkin gurunya bermaksud untuk mengajarkan keahlian mencari informasi dari pustaka (reference skills).

2. Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain
Seorang mahasiswa telah menyelesaikan sebuah makalah tugas “penelitian” tentang teknik -teknik pembangunan bangunan tinggi di Jakarta. Ia telah berhasil mengumpulkan banyak artikel dari suatu majalah konstruksi bangunan dan secara sistematis melaporkannya dalam makalahnya, dengan disertai teknik acuan yang benar. Ia mengira telah melakukan suatu penelitian dan menyusun makalah penelitian. Sebenarnya, yang ia lakukan hanyalah: mengumpulkan informasi/data, merakit kutipan-kutipan pustaka dengan teknik pengacuan yang benar. Untuk disebut sebagai penelitian, yang dikerjakannya kurang satu hal, yaitu: interpretasi data. Hal ini dapat dilakukan dengan cara antara lain menambahkan misalnya: “Fakta yang terkumpul menunjukkan indikasi bahwa faktor x dan y sangat mempengaruhi cara pembangunan bangunan tinggi di Jakarta”. Dengan demikian, ia bukan hanya memindahkan informasi/data/fakta dari artikel majalah ke makalahnya, tapi juga menganalis informasi/data/fakta sehingga ia mampu untuk menyusun interpretasi terhadap informasi/data/fakta yang terkumpul tersebut.

3. Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari informasi
Seorang Menteri menyuruh stafnya untuk memilihkan empat buah kotamadya (di wilayah Indonesia bagian timur) yang memenuhi beberapa kriteria untuk diberi bantuan pembangunan prasarana dasar perkotaan. Stafnya tersebut berpikir bahwa ia harus melakukan “penelitian”. Ia kemudian pergi ke Kantor Statistik, membongkar arsip/dokumen statistik kotamadya -kotamadya yang ada di wilayah IBT tersebut. Dengan membandingkan data statistik yang terkumpul dengan kriteria yang diberi oleh Menteri, ia berhasil memilih empat kotamadya yang paling memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Staf tersebut melaporkan hasil “penelitiannya” ke Menteri. Sebenarnya yang dilakukan oleh staf tersebut hanyalah mencari data (data searching, rummaging) dan mencocokknnya (matching) dengan kriteria , dan itu bukan penelitian.

4. Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian
Kata “…penelitian” sering dipakai oleh surat kabar, majalah populer, dan iklan untuk menarik perhatian (“mendramatisir”). Misalnya, berita di surat kabar: “Presiden akan melakukan penelitian terhadap Pangdam yang ingin ‘mreteli’ kekuasaan Presiden”. Contoh lain: berita “Semua anggota DPRD tidak perlu lagi menjalani penelitian khusus (litsus)”. Contoh lain lagi: “Produk ini merupakan hasil penelitian bertahun-tahun” (padahal hanya dirubah sedikit formulanya dan namanya diganti agar konsumen tidak bosan).

Pengertian yang benar tentang Penelitian dan Karakteristik Proses Penelitian
Pengertian yang benar tentang penelitian sebagai berikut, menurut Leedy (1997: 5): Penelitian adalah suatu proses untuk mencapai (secara sistematis dan didukung oleh data) jawaban terhadap suatu pertanyaan, penyelesaian terhadap permasalahan, atau pemahaman yang dalam terhadap suatu fenomena.
Proses tersebut, yang sering disebut sebagai metodologi penelitian, mempunyai delapan macam karakteristik:
1) Penelitian dimulai dengan suatu pertanyaan atau permasalahan.
2) Penelitian memerlukan pernyataan yang jelas tentang tujuan.
3) Penelitian mengikuti rancangan prosedur yang spesifik.
4) Penelitian biasanya membagi permasalahan utama menjadi sub-sub masalah yang lebih dapat dikelola.
5) Penelitian diarahkan oleh permasalahan, pertanyaan, atau hipotesis penelitian yang spesifik.
6) Penelitian menerima asumsi kritis tertentu.
7) Penelitian memerlukan pengumpulan dan interpretasi data dalam upaya untuk mengatasi permasalahan yang mengawali penelitian.
8) Penelitian adalah, secara alamiahnya, berputar secara siklus; atau lebih tepatnya, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.



Macam Tujuan Penelitian
Seperti dijelaskan di atas, penelitian berkaitan dengan pertanyaan atau keinginan tahu manusia (yang tidak ada hentinya) dan upaya (terus menerus) untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan demikian, tujuan terujung suatu penelitian adalah untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan penelitian tersebut. Tujuan dapat beranak cabang yang me ndorong penelitian lebih lanjut. Tidak satu orangpun mampu mengajukan semua pertanyaan, dan demikian pula tak seorangpun sanggup menemukan semua jawaban bahkan hanya untuk satu pertanyaan saja. Maka, kita perlu membatasi upaya kita dengan cara membatasi tujuan penelitian. Terdapat bermacam tujuan penelitian, dipandang dari usaha untuk membatasi ini, yaitu:
1) eksplorasi (exploration)
2) deskripsi (description)
3) prediksi (prediction)
4) eksplanasi (explanation) dan
5) aksi (action).
Penjelasan untuk tiap macam tujuan diberikan di bawah ini. Tapi perlu kita ingat bahwa penentuan tujuan, salah satunya, dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengethaun yang terkait dengan permasalahan yang kita hadapi (“state of the art”). Misal, bila masih “samarsamar”, maka kita perlu bertujuan untuk menjelajahi (eksplorasi) dulu. Bila sudah pernah dijelajahi dengan cukup, maka kita coba terangkan (deskripsikan) lebih lanjut.



1. Eksplorasi
Seperti disebutkan di atas, bila kita ingin menjelajahi (mengeksplorasi) suatu topik (permasalahan), atau untuk mulai memahami suatu topik, maka kita lakukan penelitian eksplorasi. Penelitian esplorasi (menjelajah) berkaitan dengan upaya untuk menentukan apakah suatu fenomena ada atau tidak. Penelitian yang mempunyai tujuan seperti ini dip akai untuk menjawab bentuk pertanyaan “Apakah X ada/terjadi?”. Contoh penelitian sederhana (dalam ilmu sosial): Apakah laki-laki atau wanita mempunyai kcenderungan duduk di bagian depan kelas atau tidak? Bila salah satu pihak atau keduanya mempunyai kecend erungan itu, maka kita mendapati suatu fenomena (yang mendorong penelitian lebih lanjut). Penelitian eksplorasi dapat juga sangat kompleks. Umumnya, peneliti memilih tujuan eksplorasi karena tuga macam maksud, yaitu: (a) memuaskan keingintahuan awal dan nantinya ingin lebih memahami, (b) menguji kelayakan dalam melakukan penelitian/studi yang lebih mendalam nantinya, dan (c) mengembangkan metode yang akan dipakai dalam penelitian yang lebih mendalam. Hasil penelitian eksplorasi, karena merupakan penelitian penjelajahan, maka sering dianggap tidak memuaskan. Kekurang-puasan terhadap hasil penelitian ini umumnya terkait dengan masalah sampling (representativeness)—menurut Babbie 1989: 80. Tapi perlu kita sadari bahwa penjelajahan memang berarti “pembukaan jalan”, sehingga setelah “pintu terbuka lebar-lebar” maka diperlukan penelitian yang lebih mendalam dan terfokus pada sebagian dari “ruang di balik pintu yang telah terbuka” tadi.


2. Deskripsi
Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengkajian fenomena secara lebih rinci atau membedakannya dengan fenomena yang lain. Sebagai contoh, meneruskan contoh pada bahasan penelitian eksplorasi di atas, yaitu misal: ternyata wanita lebih cenderung duduk di bagian depan kelas daripada laki-laki, maka penelitian lebih lanjut untuk lebih memerinci: misalnya, apa batas atau pengertian yang lebih tegas tentang “bagian depan kelas”? Apakah duduk di muka tersebut berkaitan dengan macam mata pelajaran? tingkat kemenarikan guru yang mengajar? ukuran kelas? Penelitian deskriptif menangkap ciri khas suatu obyek, seseorang, atau suatu kejadian pada waktu data dikumpulkan, dan ciri khas tersebut mungkin berubah dengan perkembangan waktu. Tapi hal ini bukan berarti hasil penelitian waktu lalu tidak berguna, dari hasil-hasil tersebut kita dapat melihat perkembangan perubahan suatu fenomena dari masa ke masa.

3. Prediksi
Penelitian prediksi berupaya mengidentifikasi hubungan (keterkaitan) yang memungkinkan kita berspekulasi (menghitung) tentang sesuatu hal (X) dengan mengetahui (berdasar) hal yang lain (Y). Prediksi sering kita pakai sehari-hari, misalnya dalam menerima mahasiswa baru, kita gunakan skor minimal tertentu—yang artinya dengan skor tersebut, mahasiswa mempunyai kemungkinan besar untuk berhasil dalam studinya (prediksi hubungan antara skor ujian masuk dengan tingkat keberhasilan studi nantinya).

4. Eksplanasi
Penelitian eksplanasi mengkaji hubungan sebab-akibat diantara dua fenomena atau lebih. Penelitian seperti ini dipakai untuk menentukan apakah suatu eksplanasi (keterkaitan sebab-akibat) valid atau tidak, atau menentukan mana yang lebih valid diantara dua (atau lebih) eksplanasi yang saling bersaing. Penelitian eksplanasi (menerangkan) juga dapat bertujuan menjelaskan, misalnya, “mengapa” suatu kota tipe tertentu mempunyai tingkat kejahatan lebih tinggi dari kota-kota tipe lainnya. Catatan: dalam penelitian deskriptif hanya dijelaskan bahwa tingkat kejahatan di kota tipe tersebut berbeda dengan di kota-kota tipe lainnya, tapi tidak dijelaskan “mengapa” (hubungan sebab-akibat) hal tersebut terjadi.

5. Aksi
Penelitian aksi (tindakan) dapat meneruskan salah satu tujuan di atas dengan penetapan persyaratan untuk menemukan solusi dengan bertindak sesuatu. Penelitian ini umumnya dilakukan dengan eksperimen tidakan dan mengamati hasilnya; berdasar hasil tersebut disusun persyaratan solusi. Misal, diketahui fenomena bahwa meskipun suhu udara luar sudah lebih dingin dari suhu ruang, orang tetap memakai AC (tidak mematikannya). Dalam eksperimen penelitian tindakan dibuat berbagai alat bantu mengingatkan orang bahwa udara luar sudah lebih dingin dari udara dalam. Ternyata dari beberapa alat bantu, ada satu yang paling dapat diterima. Dari temuan itu disusun persyaratan solusi terhadap fenomena di atas.


Hubungan Penelitian dengan Perancangan
Hasil penelitian, antara lain berupa teori, disumbangkan ke khazanah ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu yang ada di khazanah tersebut dimanfaatkan oleh para perancang/perencana/pengembang untuk melakukan kegiatan dalam bidang keahliannya.
Menurut Zeisel (1981), perancangan mempunyai tiga langkah utama, yaitu: imaging, presenting dan testing, sedangkan imaging dilakukan berdasar empirical knowledge. Perancangan/perencanaan/pengembangan, selain menggunakan pengetahuan dari khazanah ilmu pengetahuan, juga mempertimbangkan hal-hal lain, seperti estetika, perhitungan ekonomis, dan kadang pertimbangan politis, dan lain-lain. Terhadap hasil perencanaan/perancangan/pengembangan juga dapat dilakukan penelitian evaluasi yang hasilnya juga akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.

2Modul 2:
RAGAM PENELITIAN

Penelitian itu bermacam-macam ragamnya. Dalam bab “Pengantar: Apakah Penelitian Itu?” telah dibahas macam penelitian dilihat dari macam tujuannya, maka dalam bab ini ragam (variasi) penelitian dilihat dari:
1) macam bidang ilmu
2) macam pembentukan ilmu
3) macam bentuk data
4) macam paradigma keilmuan yang dianut
5) macam strategi (esensi alamiah data, proses pengumpulan dan pengolahan data)
6) lain-lain.

Selain itu, sebetulnya masih banyak ragam penelitian dilihat dari segi lainnya, tapi dalam bab
ini tidak akan dibahas—karena tidak berkaitan dengan program studi kuliah ini.

Ragam Penelitian menurut Bidang Ilmu
Secara umum, ilmu-ilmu dapat dibedakan antara ilmu-ilmu dasar dan ilmu-ilmu terapan. Termasuk kelompok ilmu dasar, antara lain ilmu-ilmu yang dikembangkan di fakultas-fakultas MIPA (Mathematika, Fisika, Kimia, Geofosika), Biologi, dan Geografi.
Kelompok ilmu terapan meliputi antara lain: ilmu-ilmu teknik, ilmu kedokteran, ilmu teknologi pertanian. Ilmu-ilmu dasar dikembangkan lewat penelitian yang biasa disebut sebagai “penelitian dasar” (basic research), sedangkan penelitian terapan (applied research) menghasilkan ilmu-ilmu terapan. Penelitian terapan (misalnya di bidang fisika bangunan) dilakukan dengan memanfaatkan ilmu dasar (misal: fisika). Oleh para perancang teknik, misalnya, ilmu terapan dan ilmu dasar dimanfaatkan untuk membuat rancangan keteknikan (misal: rancangan bangunan). Tentu saja, dalam merancang, para ahli teknik bangunan tersebut juga mempertimbangkan hal-hal lain, misalnya: keindahan, biaya, dan sentuhan budaya. Catatan: Suriasumantri (1978: 29) menamakan penelitian dasar tersebut di atas sebagai “penelitian murni” (penelitian yang berkaitan dengan “ilmu murni”, contohnya: Fisika teori).
Pada perkembangan keilmuan terbaru, sering sulit menngkatagorikan ilmu dasar dibedakan dengan ilmu terapan hanya dilihat dari fakultasnya saja. Misal, di Fakultas Biologi dikembangkan ilmu biologi teknik (biotek), yang mempunyai ciri-ciri ilmu terapan karena sangat dekat dengan penerapan ilmunya ke praktek nyata (perancangan produk). Demikian juga, dulu Ilmu Farmasi dikatagorikan sebagai ilmu dasar, tapi kini dimasukkan sebagai ilmu terapan karena dekat dengan terapannya di bidang industri. Karena makin banyaknya hal-hal yang masuk pertimbangan ke proses perancangan/perencanaan, selain ilmu-ilmu dasar dan terapan, produk-produk perancangan/perencanaan dapat menjadi obyek penelitian. Penelitian seperti ini disebut sebagai penelitian evaluasi (evaluation research) karena mengkaji dan mengevaluasi produk-produk tersebut untuk menggali pengetahuan/teori “yang tidak terasa” melekat pada produk-produk tersebut (selain ilmu-ilmu dasar dan terapan yang sudah ada sebelumnya).
Bila tidak melihat apakah penelitian dasar atau terapan, maka macam penelitian menurut bidang ilmu dapat dibedakan langsung sesuai macam ilmu. Contoh: penelitian pendidikan, penelitian keteknikan, penelitian ruang angkasa, pertanian, perbankan, kedokteran, keolahragaan, dan sebagainya (Arikunto, 1998: 11).


Ragam Penelitian menurut Pembentukan Ilmu
Ilmu dapat dibentuk lewat penelitian induktif atau penelitian deduktif. Diterangkan secara sederhana, penelitian induktif adalah penelitian yang menghasilkan teori atau
hipotesis, sedangkan penelitian deduktif merupakan penelitian yang menguji (mengetes) teori atau hipotesis (Buckley dkk., 1976: 21). Penelitian deduktif diarahkan oleh hipotesis yang kemudian teruji atau tidak teruji selama proses penelitian. Penelitian induktif diarahkan oleh keingintahuan ilmiah dan upaya peneliti dikonsentrasikan pada prosedur pencarian dan analisis data (Buckley dkk., 1976: 23). Setelah suatu teori lebih mantap (dengan penelitian deduktif) manusia secara alamiah ingin tahu lebih banyak lagi atau lebih rinci, maka dilakukan lagi penelitian induktif, dan seterusnya beriterasi sehingga khazanah ilmu pengetahuan semakin bertambah lengkap. Secara lebih jelas, penelitian deduktif dilakukan berdasar logika deduktif, dan penelitian induktif dilaksanakan berdasar penalaran induktif (Leedy, 1997: 94-95). Logika deduktif dimulai dengan premis mayor (teori umum); dan berdasar premis mayor dilakukan pengujian terhadap sesuatu (premis minor) yang diduga mengikuti premis mayor tersebut. Misal, dulu kala terdapat premis mayor bahwa bumi berbentuk datar, maka premis minornya misalnya adalah bila kita berlayar terus menerus ke arah barat atau timur maka akan sampai pada tepi bumi. Kelemahan dari logika deduktif adalah bila premis mayornya keliru.
Kebalikan dari logika deduktif adalah penalaran induktif. Penalaran induktif dimulai dari observasi empiris (lapangan) yang menghasilkan banyak data (premis minor). Dari banyak data tersebut dicoba dicari makna yang sama (premis mayor)—yang merupakan teori sementara (hipotesis), yang perlu diuji dengan logika deduktif.

Ragam Penelitian menurut Bentuk data (kuantitatif atau kualitatif)
Macam penelitian dapat pula dibedakan dari “bentuk” datanya, dalam arti data berupa data kuantitatif atau data kualitatif. Data kuantitatif diartikan sebagai data yang berupa angka yang dapat diolah dengan matematika atau statistik, sedangkan data kualitatif adalah sebaliknya (yaitu: datanya bukan berupa angka yang dapat diolah dengan matematika atau statistik). Meskipun demikian, kadang dilakukan upaya kuantifikasi terhadap data kualitatif menjadi data kuantitatif. Misal, persepsi dapat diukur dengan membubuhkan angka dari 1 sampai 5.
Penelitian yang datanya berupa data kualitatif disebut penelitian kuantitatif. Dalam penelitian seperti itu, sering dipakai statistik atau pemodelan matematik. Sebaliknya, penelitian yang mengolah data kualitatif disebut sebagai penelitian kualitatif. Berkaitan dengan macam paradigma (positivisme, rasionalisme, fnomenologi) yang dibahas di bagian berikut, macam penelitian dapat dikombinasikan, misal: penelitian rasionalisme kuantitatif, penelitian rasionalisme kualitatif (misal: penelitian yang mengkait pola kota atau pola desain bangunan).


Ragam Penelitian menurut Paradigma Keilmuan
Menurut Muhajir (1990), terdapat tiga macam paradigma keilmuan yang berkaitan dengan penelitian, yaitu: (1) positivisme, (2) rasionalisme, dan (3) fenomenologi. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dalam beberapa sudut pandang (a) sumber kebenaran/teori, dan (2) teori yang dihasilkan dari penelitian. Dari sudut pandang sumber kebenaran, paradigma positivisme percaya bahwa kebenaran hanya bersumber dari empiri sensual, yaitu yang dapat ditangkap oleh pancaindera, sedangkan paradigma rasionalisme percaya bahwa sumber kebenaran tidak hanya empiri sensual, tapi juga empiri logik (pikiran: abstraksi, simplifikasi), dan empiri etik
(idealisasi realitas). Paradigma fenomenologi menambah semua empiri yang dipercaya sebagai sumber kebenaran oleh rasionalisme dengan satu lagi yaitu empiri transcendental (keyakinan; atau yang berkaitan dengan Ke-Tuhan-an). Dari pandangan teori yang dihasilkan, penelitian dengan berbasis paradigma positivisme atau rasionalisme, keduanya menghasilkan sumbangan kepada khazanah ilmu nomotetik (prediksi dan hukum-hukum dari generalisasi). Di lain pihak, penelitian berbasis fenomenologi tidak berupaya membangun ilmu dari generalisasi, tapi ilmu idiografik (khusus berlaku untuk obyek yang diteliti). Sering ditanyakan manfaat dari ilmu yang berlaku local dibandingkan ilmu yang berlaku umum (general). Keduanya saling melengkapi, karena ilmu lokal menjelaskan kekhasan obyek dibandingkan yang umum. Misal, kini sedang berkembang ilmu tentang ASEAN (ASEAN studies). Manfaat dari ilmu semacam ini dapat dicontohkan sebagai berikut: di negara barat, banyak orang ingin berdagang di ASEAN; agar berhasil baik, mereka perlu mempelajari tatacara/kebiasaan/kultur berdagang di ASEAN, maka mereka mempelajari ilmu lokal yang menjelaskan perbedaan tatacara perdagangan di kawasan tersebut dibanding tatacara perdagangan yang umum di dunia.
Untuk lebih menjelaskan perbedaan antar ketiga macam penelitian berbasis tiga macam paradigma yang berbeda tersebut, di bawah ini (lihat Tabel Ragam-1)satu per satu dibahas lebih lanjut, terutama dari (a) kerangka teori sebagai persiapan penelitian, (b) kedudukan obyek dengan lingkungannya, (c) hubungan obyek dan peneliti, dan (d) generalisasi hasil—sumber: Muhadjir (1990).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar