Sabtu, 18 Juni 2011

Bab Sabar Dan Syukur
SABAR
Secara etimologi,sabar (ash-shabar) berarti menahan dan mengekang (al-habs wa al-kuf). Secara terminologis sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak di sukai karena mengharap ridha Allah.Yang tidak di sukai itu tidak selamanya terdiri dari hal-hal yang tidak di senangi seperti musibah kematian,sakit,kelaparan dan sebagainya, tapi juga nisa berupa hal-hal yang di senangi. Sabar dalam hal ini berarti menahan dan mengekang diri dari memperturutkan hawa nafsu. Dalam ensiklopedi islam dijelaskan bahwa yang di maksud sabar ialah menahan diri dalam menanggung suatu penderitaa,baik dalam menemukan sesuatu yan tidak di ingini ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi.imam Al-ghazali mengatakan bahwa sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya atas dorongan ajaran islam.
Dengan kata lain sabar ialah tetap tegaknya dorongan agama berhadapan dengan dorongan hawa nafsu.dorongan agama ialah hidayah Allah kepada manusia untuk mengenal Allah, Rasul serta mengamalkan ajaran-Nya. Sedangkan dorongan hawa nafsu ialah tuntutan syahwat dan keinginan-keinginan rendah yang minta di laksanakan. Menurut M. Jamaluddin barang siapa yang tegak bertahan sehingga dapat menundukkan dorongan hawa nafsu secara terus menerus maka orang tersebut termasuk golongan orang yang sabar.
Tingkatan Sabar
Berpijak dari pengertian sabar menurut Al-Ghazali di atas,maka upaya manusia untuk bersabar dapat di golongkan dalam tiga tingkatan,yaitu:
1. Orang yang sanggup mengalahkan hawa nafsunya,karena mempunyai daya juang dan kesabaran yang tinggi.
2. Orang yang kalah oleh hawa nafsunya.
3. Orang yang mempunyai daya tahan terhadap dorongan nafsu, tetapi suatu ketika ia kalah, karena besarnya dorongan nafsu. Meskipun demikian, ia bangun lagi dan terus tetap bertahan dengan sabar atas dorongan nafsu tersebut.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunia, Nabi Muhammad SAW membagi sabar menjadi tiga tingkatan,yaitu:
1. Kesabaran dalam menghadapi musibah
2. Kesabaran dalam mematuhi perintah Allah SWT, dan
3. Kesabaran diri untuk tidak melakukan maksiat.
Macam-Macam Sabar
Menurut Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Ash-Shabrfi Al-Qur’an,sabar dapat di bagi menjadi enam macam:
1) Sabar menerima cobaan hidup
Cobaan hidup, baik fisik maupun non fisik, akan menimpa semua orang baik berupa lapar, haus, sakit, rasa takut, kehilangan orang-orang yang di cintai, kerugian harta benda dan lain sebagainya. Cobaan seperti itu bersifat alami, manusiawi, oleh sebab itu tidak ada seorang pun yang dapat menghindar.Yang diperlukan adalah menerimanya dengan penuh kesabaran, seraya memulangkan segala sesuatunya kepada Allah SWT.
2) Sabar dari Keinginan Hawa Nafsu
Hawa nafsu menginginkan segala macam kenikmatan hidup,kesenangan dan kemegahan dunia. Untuk mengendalikan segala keinginan itu di butuhkan kesabaran. Jangan sampai semua kesenangan hidup dunia itu membuat orang lupa diri apa lagi lupa Tuhan.
3) Sabar Dalam Taat Kepada Allah SWT
Dalam menaati perintah Allah, terutama dalam beribadah kepada-Nya di perlukan
kesabaran.
4) Sabar Dalam Berdakwah
Jalan dakwah adalah jalan panjang berliku-liku yang penuh dengan segala onak dan duri. Seseorang yang melalui jalan itu harus memiliki kesabaran.
5) Sabar Dalam Perang
Dalam peperangan sangat di perlukan kesabaran, apalagi menghadapi musuh yang lebih banyak atau lebih kuat. Dalam keadaan terdesak sekali pun, seorang prajurit Islam tidak boleh lari meninggalkan medan perang, kecuali sebagai bagian dari siasat perang ( QS. Al-Anfal 15-16 )
6) Sabar Dalam Pergaulan
Dalam pergaulan sesama manusia baik antara suami isteri, antara orang tua dengan anak, antara tetangga dengan tetangga, antara guru dan murid, atau dalam masyarakat yang lebih luas, akan ditemui hal-hal yang tidak menyenangkan atau menyinggung perasaan. Oleh sebab itu dalam pergaulan sehari-hari di butuhkan kesabaran sehingga tidak cepat marah, atau memutuskan hubungan apabila menemui hal-hal yang tidak di sukai.
Keutamaan Sabar
Sifat sabar dalam Islam menempati posisi yang istimewa.Al-Qur’an mengaitkan sifat sabar dengan bermacam-macam sifat mulia lainnya. Antara lain di kaitkan dengan keyakinan, syukur, tawakkal, dan taqwa.mengaitkan satu sifat dengan banyak sifat mulia lainnya menunjukkan betapa istimewanya sifat itu.Karena sabar merupakan sifat mulia yang istimewa, tentu dengan sendirinya orang-orang yang sabar juga menempati posisi yang istimewa. Sifat sabar memang sangat di butuhkan sekali unyuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat. Seorang mahasiswa tidak akan berhasil mencapai gelar kesarjanaan tanpa sifat sabar dalam belajar. Seorang peneliti tidak akan dapat menemukan penemuan-penemuan ilmiah tanpa ada sifat sabar dalam penelitiannya.
Imbalan Orang Yang Sabar
1. Dapat berdampingan dengan Allah
2. Memperoleh berita yang menyenangkan
3. Bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak berdosa
4. Di beri pahala yang berlipat
5. Terbebaskan dari siksa api neraka
6. Di cintai oleh Allah
SYUKUR
syukur adalah memuji si pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukan-NYA.
Tiga hal yang di sebut syukur
1. mengakui nikmat dalam batin
2. Membicarakannnya secara lahir
3. Menjadikannya sebagai sarana untuk taat kepada Allah
Jadi syukur berkaitan dengan hati, lisan, dan anggota badan. Hati untuk Mahabbah / merasakan, lisan untuk memuji, anggota badan untuk menggunakan nikmat yang diterima.
Macam – macam syukur :
1) Syukurnya mata
Apabila engkau melihat sesuatu yang baik, engkau menceritakannya. Tapi bilamana
engkau melihat keburukan engkau menutupinya.
2) Syukurnya telinga
Jika engkau mendengar sesuatu yang buruk, cegahlah!
3) Syukurnya tangan
Jangan mengambil sesuatu yang bukan milikmu dan janganlah engkau menolak hak Allah yang ada pada kedua tanganmu.
4) Syukurnya perut
Hendaklah bawahnya berisi makanan, sedangkan atasnya berisi ilmu.
5) Syukurnya kemaluan
Almukminun 1-7
1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
2. orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya,
3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari yang tiada berguna,
4. dan orang-orang yang menunaikan zakat,
5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
6) Syukurnya kaki:
Jika engkau mengetahui seorang yang sholeh yang mati dan engaku bercita – cita dan berharap seperti dia, dimana dia melangkahkan kakinya untuk taat dan beramal saleh semata,maka contohlah dia.Dan apabila engkau melihat seorang mati yang membencinya maka bencilah amalnya. Maka engkau menjadi orang yang bersyukur.
Keutamaan Syukur
Q.S Albaqarah : 152
“ karena itu ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku”. ( QS.Albaqarah : 152)
Manusia diperintahkan bersyukur pada Allah SWT, bukanlah untuk kepentingan Allah itu sendiri, karena Allah ghaniyyun ‘anil ‘alamin ( tidak memerlukan apa – apa dari alam semesta ) tapi justru untuk kepentingan manusia.
Firman Allah
“Dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah maha kaya lagi maha terpuji”. (QS.Luqman : 12 )
“Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan: sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat ) kepadamu, dan jika kamu mengingkari ( nikmat- Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS: Ibrahim : 7)
PENUTUP
KESIMPULAN
Sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak di sukai karena mengharap ridha Allah.Yang tidak di sukai itu tidak selamanya terdiri dari hal-hal yang tidak di senangi seperti musibah kematian,sakit,kelaparan dan sebagainya.
Tingkatan Sabar
1. Orang yang sanggup mengalahkan hawa nafsunya,karena mempunyai daya juangdan kesabaran yang tinggi.
2. Orang yang kalah oleh hawa nafsunya.
3. Orang yang mempunyai daya tahan terhadap dorongan nafsu,tetapi suatu ketika ia kalah,karena besarnya dorongan nafsu.Meskipun demikian,ia bangun lagi dan terus tetap bertahan dengan sabar atas dorongan nafsu tersebut.
Macam-Macam Sabar
1) Sabar menerima cobaan hidup
2) Sabar Dari Keinginan Hawa Nafsu
3) Sabar Dalam Taat Kepada Allah SWT
4) Sabar Dalam Berdakwah
5) Sabar Dalam Perang
6) Sabar Dalam Pergaulan
Syukur adalah memuji si pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukan-NYA.
Tiga hal yang di sebut syukur :
1) mengakui nikmat dalam batin
2) Membicarakannnya secara lahir
3) Menjadikannya sebagai sarana untuk taat kepada Allah
Macam – macam syukur
1) Syukurnya mata
2) Syukurnya tangan
3) Syukurnya telinga
4) Syukurnya perut
5) Syukurnya kemaluan
6) Syukurnya kaki
Qalbu : Inti Ruhani
Banyak orang bingung dengan pengertian qalbu. Qalbu harus ditulis dengan huruf ‘q’ karena teks Arabnya menggunakan huruf (qaf). Di Indonesia banyak orang menuliskannya dengan huruf ‘k’ sehingga menjadi kalbu. Padahal ‘k’ adalah transliterasi dari (kaf) dan kalau ditulis (kalbu) maknanya adalah anjing. Jadi jauh benar bedanya antara qalbu (hatinurani) dengan kalbu (anjing).
Sebagian orang menerjemahkan qalbu dengan “hati”. Padahal hati (Inggris: liver) adalah organ tubuh yang ada di kanan dada dan fungsinya menyaring racun atau penyakit dari darah. Dalam Bahasa Arab hati disebut dengan ‘kibdun’ atau ‘kibdatun’. Bahasa Arab `Amiyah menyebutnya ‘kabid’. Jadi orang Arab tidak pernah memahami qalbu sebagai hati atau liver.
Hati juga sering dijadikan sebagai terjemahan dari ‘heart’ (Inggris) yang bermakna jantung, karena itu bentuknya sering digambarkan seperti jantung (♥).
Hati digunakan sebagai terjemahan ‘qalb’ (Arab) meskipun bahasa Arab menyebut hati ‘kibd’. Hati digunakan sebagai terjemahan ‘heart’ (Inggris) yang sebenarnya adalah jantung. Lalu hati juga digunakan sebagai terjemahan dari ‘liver’ (Inggris) atau ‘hephar’ (Latin). Jadi sebenarnya apa itu hati, apa itu qalbu?
Dua Macam Qalbu :
1. Qalbu jismani, yaitu jantung Ada hadits tentang qalbu yang sangat populer di masyarakat, sering diucapkan oleh para ustadz dan muballigh dalam ceramah-ceramah mereka. Tapi sayangnya orang kurang cermat memahami makna qalbu pada hadits ini.
Abu Nu`aym menceritakan bahwa Rasulullah s.a.w. berkata: “Sesungguhnya di dalam jasad ada sebongkah daging; jika ia baik maka baiklah jasad seluruhnya, jika ia rusak maka rusaklah jasad seluruhnya; bongkahan daging itu adalah QALBU”.
Hadits di atas jelas menyebut qalbu sebagai bongkahan daging (benda fisik) yang terkait langsung dengan keadaan jasad atau tubuh manusia. Bongkahan daging mana yang kalau ia sakit atau rusak maka seluruh jasad akan rusak?
Bahasa Arab mengenal qalbu dalam bentuk fisik yang di dalam kamus didefinisikan sebagai ‘organ yang sarat dengan otot yang fungsinya menghisap dan memompa darah, terletak di tengah dada agak miring ke kiri’. Jadi, qalbu adalah jantung. Dokter qalbu adalah dokter jantung. Jantung adalah bongkahan daging yang kalau ia baik maka seluruh jasad akan baik atau sebaliknya kalau ia rusak maka seluruh jasad akan rusak.
2. Qalbu ruhani, yaitu hatinurani. Ada juga jenis qalbu yang kedua, sebagaimana digambarkan dalam hadits berikut:
“Sesungguhnya orang beriman itu, kalau berdosa, akan akan terbentuk bercak hitam di qalbunya”. (HR Ibnu Majah)
Jadi kalau banyak dosa qalbu akan dipenuhi oleh bercak-bercak hitam, bahkan keseluruhan qalbu bisa jadi menghitam. Apakah para penjahat jantungnya hitam? Apakah para koruptor jantungnya hitam? Tanyakanlah kepada para dokter bedah jantung, apakah jantung orang-orang jahat berwarna hitam? Mereka akan katakan tak ada jantung yang menghitam karena kejahatan dan kemaksiatan yang dibuat. Lalu apa maksud hadits Nabi di atas? Qalbu yang dimaksud dalam hadits itu adalah qalbu ruhani. Ruh (jiwa) memiliki inti, itulah qalbu. Karena ruh (jiwa) adalah wujud yang tidak dapat dilihat secara visual (intangible) maka qalbu yang menjadi inti (sentral) ruh ini pun qalbu yang tidak kasat mata. Dalam bahasa Indonesia ‘qalbu ruhani’ disebut dengan ‘hatinurani’. Mungkin karena dianggap terlalu panjang dan menyulitkan dalam pembicaraan, maka orang sering menyingkatnya menjadi ‘hati’ saja. Padahal ada perbedaan besar antara ‘hati’ dengan ‘hatinurani’ sebagaimana berbedanya ‘mata’ dengan ‘mata kaki’.
Rupanya, istilah qalbu mirip dengan heart dalam bahasa Inggris, sama-sama memilki makna ganda. Heart dapat bermakna jantung (heart attack, serangan jantung) dapat juga bermakna hatinurani (you’re always in my heart, kamu selalu hadir di hatinuraniku). Maka apabila mendengar perbincangan tentang qalbu perhatikanlah konteksnya. Kalau yang berbicara adalah dokter medis, tentu qalbu yang diucapkannya lebih bermakna jantung. Tapi bila dikaitkan dengan perbincangan tentang moral, iman atau spiritualitas, maka maknanya lebih mengarah pada hatinurani yang wujudnya ruhaniah.
Qalbu orang yang berdosa akan menghitam. Ungkapan ‘menghitam’ di sini adalah ungkapan perumpamaan (majâzi, metaphoric) bukan ungkapan sesungguhnya (haqîqi). Namun bukan berarti karena dosa tak kan nampak bekas-bekas fisiknya lalu kita akan seenaknya saja berbuat dosa. Na`ûdzubillâh min dzâlik…
KAJIAN TENTANG HATI
Banyak ahli muslim terutama yang memperhatikan masalah akhlak kepada Allah, mengemukakan bahwa hati manusia merupakan kunci pokok pembahasan menuju pengetahuan tentang Tuhan. Hati, sebagai pintu dan sarana Tuhan memperkenalkan kesempurnaan diri-Nya. “Tidak dapat memuat dzat-Ku bumi dan langit-Ku, kecuali “Hati” hamba-Ku yang mukmin lunak dan tenang ( HR Abu Dawud). Hanya melalui “hati manusialah” keseimbangan sejati antara Tuhan dan kosmos bisa dicapai.
Al Qur’an menggunakan istilah qalb (hati) 132 kali, makna dasar kata itu ialah membalik, kembali, pergi maju mundur, berubah, naik turun. Diambil dari latar belakangnya hati mempunyai sifat yang selalu berubah, sebab hati adalah lokus dari kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan.
Hati adalah tempat dimana Tuhan mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada manusia. Kehadiran-Nya terasa didalam hati, dan wahyu maupun ilham diturun-kan kedalam hati para Nabi maupun wali-Nya.
“Ketahuilah bahwa Tuhan membuat batasan antara manusia dan hatinya, dan bahwa kepada-Nya lah kamu sekalian akan dikumpulkan” (QS 8: 24)
“(Jibril) menurunkan wahyu kedalam hati nuranimu dengan izin Tuhan, membenarkan wahyu sebelumnya, menjadi petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS 2:97)
Hati adalah pusat pandangan, pemahaman, dan ingatan (dzikir)
“Apakah mereka tidak pernah bepergian dimuka bumi ini supaya hatinya tersentak memikirkan kemusnahan itu, atau mengiang ditelinganya untuk didengarkan, sebenarnya yang buta bukan mata, melainkan ” hati” yang ada didalam dada.” (QS 22:46)
“memang hati mereka telah kami tutup hingga mereka tidak dapat memahaminya, begitu pula liang telinganya telah tersumbat” (QS 18:57)
“Apakah mereka tidak merenungkan isi Al Qur’an? atau adakah hati mereka yang terkunci?” (QS 47:24)
“Janganlah kamu turutkan orang yang hatinya telah Kami alpakan dari mengingat Kami (dzikir), orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya saja, dan keadaan orang itu sudah keterlaluan” (QS 18:28)
“Sesungguhnya telah Kami sediakan untuk penghuni neraka dari golongan jin dan manusia; mereka mempunyai hati, tetapi tidak menggunakannya untuk memaha-mi ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka adalah orang -orang yang alpa (tidak berdzikir) ” (Qs 7:179)
Iman tumbuh dan bersemayam didalam hati,begitu juga kekafiran, kemungkaran serta penyelewengan dari jalan yang lurus. Oleh sebab itu, Allah tetap menegaskan bahwa perilaku seseorang tidak bisa hanya sekedar syarat sah rukun syariat saja, akan tetapi harus sampai kepada pusat iman yaitu ” hati “.
Mungkin kita hampir lupa bahwa peribadatan selalu menuntut pemurnian hati (keikhlasan), sehingga akan menghasilkan sesuatu yang haq serta dampak iman secara langsung.
Iman yang pernah diikrarkan oleh kaum Arab badwi dihadapan Rasulullah bukan kategori iman yang sebenarnya, sehingga seketika itu Allah menurunkan wahyu untuk memperingatkan kepada mereka (Arab badwi)
“Orang-orang Badwi itu berkata: “kami telah beriman “. Katakanlah (kepada mereka) ” Kamu belum beriman “,tetapi katakanlah ” kami telah tunduk “, karena iman itu belum masuk kedalam hatimu (Qs 49:14) .
Iman yang benar mempunyai ciri tersendiri dan diakui oleh al Qur’an. Ia tertegun dan terharu tatkala nama Allah disebut … dan bahkan ia terdorong ingin meluap-kan kegembiraan dan kerinduannya dengan menjerit seraya bersujud dan menangis. Bergetar hatinya dan bertambahlah imannya. Ia begitu kokoh dan mantap dalam setiap langkahnya karena keihsanan bersama dengan Allah yang selalu menjaga. Ia akan selalu berbisik kedalam lubuk hatinya tatkala menghadapi persoalan dan kesulitan didunia, karena disitulah Allah meletakkan ilham sebagai pegangan untuk menentukan sikap. Sehingga kaum beriman akan selalu terjaga dalam hidayah dan bimbingan Allah Swt.
Firman Allah Swt:
“Suatu musibah tidak akan menimpa seseorang kecuali atas izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, tentu Dia akan menunjuki “hatinya”. Dan Tuhan Maha Mengetahui segala-galanya” (Qs 64:11)
“Keimanan telah ditetapkan Allah ke dalam ” hatinya ” serta dikokohkan pula Ruh dari diri-Nya” (Qs 58:22)
“Dan kami tunjang pula mereka dengan petunjuk, dan kami teguhkan hati mereka” (QS 18: 13-14)
“Dialah yang telah menurunkan ketentraman didalam hati orang-orang yang beriman supaya bertambah keimanannya di samping keimanan yang telah ada” (QS 48:4)
Syetan menggantikan kedudukan Allah bersemayam di istana hati manusia yang lalai. Allah akan memalingkan dan menghinakan orang yang lalai akan Allah, Allah akan mengunci dan mematikan hati sehingga ia diberi gelar ” binatang ternak! Bahkan lebih sesat dari itu. Kalau sampai terjadi seperti ini maka tertutuplah hati untuk menerima cahaya dari Allah Swt. Maka tidak heran jika perbuatan nya akan cenderung mengikuti langkah-langkah syetan yang dilarang oleh Allah, syetan menggantikan posisi Allah menduduki hati yang tertutup dan dialah yang akan menasehati dan membimbing kejalan yang sesat. Kekejian itu akan menyeruak kedalam kalbu melalui hembusan ilham sehingga akal fikiran tidak mampu menghalau datangnya petunjuk tersebut. Marah dan benci tidak pernah direncanakan, akan tetapi ia datang langsung kepusat hati, dan tubuh tanpa daya mengikuti kemauan sihir sang iblis . Hati menjadi buta …!!!
Allah berfirman:
“Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pemurah, Kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan) maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertai” (Qs 43: 36)
“Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya niscaya tidak seorangpun dari kamu sekalian bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS 24: 21)
Iman dan kafir terletak didalam hati, Allah telah membeberkan berikut contoh-contohnya antara orang yang dibukakan hatinya dan yang ditutup hatinya, serta perilaku keduanya. Maka keputusannya terletak kepada kebebasan manusia itu sendiri untuk memilih jalan yang sesat ataupun yang lurus. Karena disitu akan mendapatkan bimbingan langsung baik jalan kesesatan maupun jalan ketaqwaan.
Firman Allah:
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaanya. Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya”. (Asy Syams 7-10)
Ayat diatas memberikan pengertian atas pentingnya membersihkan jiwa, sehingga apabila hal ini terjadi, maka Allah-lah yang akan membimbing ketaqwaan, keimanan, serta ketulusan. Namun sebaliknya Allah akan menistakan manusia yang melalaikan akan Allah serta mengotori hatinya dengan mengirim musuh Allah sebagai penasehat dan menuntunnya kejalan kesesatan.
Kemudian apa langkah selanjutnya, serta bagaimana terapi untuk mengembalikan hati yang sudah terlanjur karam dilumpur nista?
Pertama kita sudah memahami bahwa, penyebab utama dari ketidak mampuan berbuat baik dan kesulitan menjaga dari perbuatan keji dan mungkar serta tidak didengarnya setiap doa, adalah “tertutupnya mata hati oleh NUR ILAHY”.
Kedua, konsentrasikan masalah mengurus hati dulu, jangan mempersoalkan hal yang lain, karena “hati sedang menderita sakit kronis. Kita harus perhatikan dengan sungguh-sungguh, dan memasrahkan diri kepada Sang Pembuka Hati … Dialah yang menutup hati kita, membutakan, mentulikan, dan mengunci mati dan tidak memberikan kefahaman atas ayat-ayat Allah yang turun kedalam hati.
Mari kita perhatikan kedalam, kita jenguk hati kita yang sedang berbaring tak berdaya, disitu terlihat syetan dengan leluasa memberikan wejangan dan petunjuk bagaimana berbuat keji dan mungkar. Ia menuntun pikiran untuk menerawang keangkasa, mengajaknya mi’raj keangan-angan panjang dan melupakannya ketika badan sedang Shalat, sedang berwudhu’ dan membaca AlQur’an dan ibadah yang lain. Kita sudah beberapaka kali mencoba menepis ajakan itu namun apa daya kekuatan iblis memang luar biasa, kita bukan tandingannya untuk melawan dan mengusir nya. Ia ghaib dan licik … ia berjalan melalui aliran darah manusia, ia bisa menembus tembok ruang dan waktu, ia ada dalam fikiran, dan bahkan bersemayam didalam hati manusia. Cukup sudah usaha kita untuk melawannya, namun gagal dan gagal lagi …
Namun ada yang yang tidak “MATI”, yaitu diri sejati yang selalu melihat keadaan hati kita yang sakit. Ialah “Bashirah” (Al Qiyamah: 14), ia tidak pernah bersekongkol dengan syetan, Ia yang mengetahui kebohongan hati, kejahatan, dan ia selalu mengikuti fitrah Allah, ia jujur, tawadhu’, khusyu’, kasih sayang dan adil (lihat tafsir Sofwatut Tafasir, oleh Prof Ali As Shobuni).
Kita harus cepat mendengarkan suara dia yang selalu mengajaknya ke arah kebajikan, Ia sangat dekat dengan Allah, Ia sangat patuh, Ia penuh iman, Ia berbicara menurut kata Allah (ilham), dan kedudukannya sangat tinggi diatas Syetan dan jin sehingga mereka tidak bisa menembus untuk menggodanya (As Shafat:8) Anda bisa merasakannya sekarang … tatkala anda berbohong, ia berkata lirih … kenapa kamu berbohong … ia tidak tidur tatkala kita tidur … ia melihat tatkala kita bermimpi dikejar anjing … ia melihat ketika jin menggoda dan syetan menyesatkan, namun hati tidak kuasa mengikuti kata bashirah yang oleh Allah digelari “RUH-KU”. Maka beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya dan celakalah orang yang mengotorinya (As Syam:9-10)
Kita kembali kepada persoalan hati,
Mari kita perbaiki hati kita dengan cara mendatangi Allah, kita serahkan persoalan ini … kerumitan hati yang selalu ragu-ragu … ketidak mampuan menahan syahwat yang bergolak keras …
Mari kita contoh Nabi Yusuf ketika gejolak nafsu sudah menguasai hatinya, Ia tidak kuasa lagi menahan syahwatnya tatkala Julaiha datang menghampiri untuk mengajaknya berbuat mesum … Ia cepat berpaling dan menghampiri Allah dan mengadukannya keadaan syahwatnya yang terus menerus mengajak kepada keburukan. Kemudian Allah mendatangkan rahmat-Nya dan memalingkan hatinya, mengangkat kekejian didalam hatinya, dan akhirnya Nabi Yusuf terbebas dari perbuatan yang dilaknat Allah Swt.
Allah sendiri yang akan memalingkan hati dari perbuatan keji dan mungkar sehingga terasa sekali sentuhan Ilahy tatkala mengangkat kotoran hati dengan cara menggantikannya dengan perbuatan baik dan ikhlas .
Allah berfirman:
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu, andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih ( ikhlash)” (Yusuf:24)
Mungkin kita masih ragu-ragu … apa mungkin kita bisa mendapatkan burhan dan bimbingan Allah dalam menghindari perbuatan keji dan mungkar? Mari kita hindari prasangka yang buruk terhadap Allah, kita timbulkan rasa percaya bahwa hanya Allah lah yang mampu memberikan hidayah dan bimbingan serta mencabut persoalan yang kita hadapi.
Pada bab penyucian jiwa, telah saya sampaikan praktek berkomunikasi kepada Allah. saya mengharap anda telah melakukannya dengan penuh hudhu’ dan ikhlas, sehingga anda juga akan dibukakan rahmat dan hidayah-Nya. Amin…
Mari kita kembali mecoba berkomunikasi kepada Allah seperti tercantum dalam bab sebelumnya.
Ketika Allah membuka Hidayah kedalam ” Hati ”
Hilangkan rasa takut tersesat didalam menempuh jalan ruhani … bekal kita adalah tauhid, lambungkan jiwa melayang menuju Allah … dekatkan dan berbisiklah dengan kemurnian hati … jangan menghadap dengan konsentrasi pikiran, sebab anda akan mengalami pusing dan tegang. Usahakanlah tubuh anda rileks dan pasrah … biarkan hati bergerak menyebut Asma-Nya yang Maha Agung … Ajaklah perasaan dan fikiran untuk hadir bersujud dihadapan-Nya.
Jangan hiraukan kebisingan diluar … usahakan hati tetap teguh menyebut nama Allah berulang-ulang … sampai datang ketenangan dan hening serta rasa dingin didalam kalbu … kalau anda mengalami pusing dan penat … berarti cara berdzikirnya menggunakan kosentrasi didalam fikiran, maka ulangi dengan cara berkomunikasi didalam jiwa/hati …
Mohonlah kepada Allah agar dibukakan hati dan dimudahkan menempuh jalan menuju makrifat …
Biasanya … kalau kita mendapatkan ketenangan dan kekhusyu’an didalam berkomunikasi dengan Allah … mula-mula hati menjadi sangat terang … mudah sekali menangis terharu tatkala kita menyebut Asma-Nya … kita tidak kuasa membendung air mata ketika shalat … membaca AlQur’an dan melihat keagungan Allah yang lain … hati sering bergetar manakala kita berhadapan dengan-Nya … badan turut berguncang dan berat dirasa seakan ada yang mendorong untuk bersujud dan menangis … keihsanan dan tauhid kepada Allah bertambah kuat. Keyakinan bertambah lekat, serta perubahan demi perubahan didalam kalbu semakin terlihat. Perilaku kita akan dibimbing … perilaku hati yang semula kaku dan cenderung kasar berubah dengan sendirinya ..menjadi lembut … Yang semula shalat fikiran turut melayang-layang berubah dengan kekhusyu’an dan terasa nikmatnya … dan seterusnya …
Bab Dzikir
JANGAN MENINGGALKAN ZIKIR LANTARAN ENGKAU BELUM SELALU INGAT KEPADA ALLAH S.W.T KETIKA BERZIKIR, SEBAB KELALAIAN KAMU TERHADAP ALLAH S.W.T KETIKA TIDAK BERZIKIR LEBIH BAHAYA DARIPADA KELALAIAN KAMU TERHADAP ALLAH S.W.T KETIKA KAMU BERZIKIR. SEMOGA ALLAH S.W.T MENAIKKAN DARJAT KAMU DARIPADA ZIKIR DENGAN KELALAIAN KEPADA ZIKIR YANG DISERTAI INGAT KEPADA ALLAH S.W.T, DAN MUDAH-MUDAHAN ALLAH S.W.T AKAN MENGANGKAT KAMU DARIPADA ZIKIR YANG BESERTA KEHADIRAN ALLAH S.W.T DI DALAM HATI KAMU KEPADA ZIKIR DI MANA LENYAPNYA SEGALA SESUATU SELAIN ALLAH S.W.T. HAL YANG DEMIKIAN ITU TIDAKLAH SUKAR BAGI ALLAH S.W.T.
Empat keadaan yang berkaitan dengan zikir:
1: Tidak berzikir langsung.
2: Berzikir dalam keadaan hati tidak ingat kepada Allah s.w.t.
3: Berzikir dengan disertai rasa kehadiran Allah s.w.t di dalam hati.
4: Berzikir dalam keadaan fana dari makhluk, lenyap segala sesuatu dari hati, hanya Allah s.w.t sahaja yang ada.
Bukanlah sukar bagi Allah s.w.t untuk mengubah suasana hati hamba-Nya yang berzikir dari suasana yang kurang baik kepada yang lebih baik hingga mencapai yang terbaik.
Kerohanian manusia berada dalam beberapa darjat, maka suasana zikir juga berbeza-beza, mengikut darjat rohaninya. Darjat yang paling rendah adalah si raghib yang telah tenat dikuasai oleh syaitan dan dunia. Cahaya api syaitan dan fatamorgana dunia menutup hatinya sehingga dia tidak sedikit pun mengingati Allah s.w.t. Seruan, peringatan dan ayat-ayat Allah s.w.t tidak melekat pada hatinya. Inilah golongan Islam yang dijajah oleh sifat munafik. Golongan ini tidak berzikir langsung.
Golongan kedua berzikir dengan lidah tetapi hati tidak ikut berzikir. Lidah menyebut nama Allah s.w.t, tetapi ingatan tertuju kepada harta, pekerjaan, perempuan, hiburan dan lain-lain. Inilah golongan orang Islam yang awam. Mereka dinasihatkan supaya jangan meninggalkan zikir kerana dengan meninggalkan zikir mereka akan lebih dihanyutkan oleh kelalaian.. Tanpa zikir, syaitan akan lebih mudah memancarkan gambar-gambar tipuan kepada cermin hatinya dan dunia akan lebih kuat menutupinya. Zikir pada peringkat ini berperanan sebagai ‘juru ingat’. Sebutan lidah menjadi teman yang mengingatkan hati yang lalai. Lidah dan hati berperanan seperti dua orang yang mempunyai minat yang berbeza. Seorang enggan mendengar sebutan nama Allah s.w.t, sementara yang seorang lagi memaksanya mendengar dia menyebut nama Allah s.w.t. Sahabat yang berzikir (lidah) mestilah memaksa bersungguh-sungguh agar temannya (hati) mendengar ucapannya. Di sini terjadilah peperangan di antara tenaga zikir dengan tenaga syaitan yang disokong oleh tenaga dunia yang cuba menghalang tenaga zikir dari memasuki hati.
Golongan yang ke tiga pula adalah mereka yang tenaga zikirnya sudah berjaya memecahkan dinding yang dibina oleh syaitan dan dunia. Ucapan zikir sudah boleh masuk ke dalam hati. Tenaga zikir bertindak menyucikan hati daripada karat-karat yang melekat padanya. Pada mulanya ucapan zikir masuk ke dalam hati sebagai sebutan nama-nama Allah s.w.t. Setelah karat hati sudah hilang maka sebutan nama-nama Allah s.w.t akan disertai oleh rasa mesra yang mengandungi kelazatan. Pada peringkat ini zikir tidak lagi dibuat secara paksa. Hati akan berzikir tanpa menggunakan lidah. Sebutan nama-nama Allah s.w.t menghalakan hati kepada Empunya nama-nama, merasai sifat-sifat-Nya sebagaimana dinamakan.
Golongan ke empat ialah mereka yang telah sepenuhnya dikuasai oleh Haq atau hal ketuhanan. Mereka sudah keluar dari sempadan alam maujud dan masuk ke dalam hal yang tidak ada alam, yang ada hanya Allah s.w.t. Tubuh kasar mereka masih berada di atas muka bumi, bersama-sama makhluk yang lain. Tetapi, kesedarannya terhadap dirinya dan makhluk sekaliannya sudah tidak ada, maka kewujudan sekalian yang maujud tidak sedikit pun mempengaruhi hatinya. Mereka karam dalam zikir dan yang dizikirkan. Mereka yang berada pada tahap ini telah terlepas dari ikatan manusiawi dan seterusnya mencapai penglihatan hakiki mata hati, sebagaimana yang telah dinyatakan ketika membincang Hikmat 45.
Mereka yang mempunyai penglihatan hakiki mata hati ada dua jenis. Jenis pertama adalah yang mempunyai nama dan tabir penutup. Hijab nama (asma’) tidak terangkat lalu dia melihat di dalam hijab. Dia melihat Allah s.w.t pada apa yang menghijabkannya. Zikirnya ialah nama yang padanya dia melihat Allah s.w.t. Jenis kedua pula ialah yang berpisah dengan nama dan hijab, lalu dia melihat Allah s.w.t dan merasakan ketenangan dengan penglihatan itu. Pada ketika itu tidak sepatah pun ucapan yang terucap olehnya dan tidak sepatah pun kalam yang terdengar padanya. Dia melihat nama itu tidak mempunyai kekuatan hukum apa pun selain-Nya. Bila nama dinafikan tibalah pada wusul (sampai). Bila tidak terlintas lagi nama tibalah pada ittisal (perhubungan). Nama yang tidak lagi terlintas disebabkan kuatnya tarikan dari yang dinamai. Makam ini dinamakan makam al-Buhut (kehairan-hairanan), kerana dia melihat Allah s.w.t dalam kehairan-hairanan, tiada ucapan kecuali pandangan. Inilah makam terakhir di mana semua hati terhenti di situ. Ia adalah tingkatan tertinggi tentang kecintaan terhadap zat Ilahiat.
Pada tahap ini Nur-Nya memancar, menyinar, menjulang naik ke lubuk hati. Peringkat ini sudah tiada zikir dan tiada pula yang berzikir, hanyalah memandang bukan berzikir dan tiada berbalik kembali pandangannya. Inilah hal yang dikatakan faham dengan tiada huraian pemahamannya dan mencapai dengan tiada sesuatu pencapaiannya. Insan di dalam hal ini sudah tidak lagi memohon fatwa, tidak memohon perkenan, tidak meminta pertolongan dan ucapan juga tiada. Baginya setiap sesuatu adalah ilmu dan setiap ilmu adalah zikir. Inilah hamba yang telah benar-benar berjaya menghimpun semua makam dan martabat. Dia sudah melihat takdir-takdir dan melihat bagaimana Allah s.w.t menghalau takdir demi takdir dan melihat bagaimana Allah s.w.t mengulangi takdir-takdir itu dengan berbagai-bagai cara yang dikehendaki-Nya kerana sesungguhnya Allah s.w.t sahaja yang memulakan penciptaan dan Dia juga yang mengulanginya. Penglihatannya tidak berbolak-balik lagi. Dia melihat Allah s.w.t di hadapan dan di belakang apa yang dilihatnya dan melihat Allah s.w.t dalam segala yang dilihatnya.
Apabila kerinduan terhadap Allah s.w.t telah menguasai hati seseorang hingga kepada tahap tiada ucapan yang boleh diucapkan maka keadaan itu dikatakan melihat Allah s.w.t yang tiada sesuatu yang menyamai-Nya, sebagaimana firman-Nya:
Tiada sesuatupun yang sebanding dengan (Zat-Nya, sifat-sifat-Nya, dan pentadbiran)-Nya, dan Dia jualah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. ( Ayat 11 : Surah asy-Syura )
Keutamaan Doa

Doa adalah ibadah.
Doa adalah senjata.
Doa adalah benteng.
Doa adalah obat.
Doa adalah pintu segala kebaikan.
Allah memiliki dua sifat agung, yakni Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Tentang dua sifat itu, Abdullah Ibnul Mubarak berkata: “Ar-Rahman yaitu jika Dia diminta pasti memberi, sedang Ar-Rahim yaitu jika tidak dimintai maka Dia murka.” (Fathul Bari 8/155).
Allah berfirman:
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah: 186)
Keutamaan Doa
Doa adalah senjata bagi seorang muslim dalam mengarungi samudera kehidupan ini. Dengan izin Allah doa bisa mengubah segalanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Doa itu bermanfaat terhadap sesuatu yang telah turun (terjadi) maupun sesuatu yang belum terjadi, maka kalian wahai hamba Allah- harus berdoa.” (HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Ibu Umar, Shahihul Jami’ No. 340, Al-Albani berkata, hasan).
“Tidak bisa menolak qadha (takdir yang sudah terjadi) kecuali doa, dan tidak bisa menambah umur selain kebaikan.” (HR. At-Tirmidzi; hasan, dan di-hasan-kan oleh Al-Albani).
“Tidak menambah umur kecuali kebaikan, dan tidak bisa menolak qadar (putusan dalam catatan) kecuali doa. Sesungguhnya seseorang itu bisa terhalangi dari rizkinya karena dosa yang telah ia perbuat.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim, di-shahih-kan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, Adz-Dzahabi dan Al-Iraqi).
Jika Anda berkata, ‘Apa faedahnya doa, sedangkan qadha (putusan takdir) itu tidak bisa ditolak?’, maka ketahuilah bahwasanya termasuk bagian dari qadha adalah menolak bala (petaka) dengan doa. Jadi doa itu merupakan penyebab untuk menolak bala dan untuk menghadirkan rahmat, sebagaimana sebuah tameng yang menjadi penyebab untuk menghalau anak panah, dan air yang menjadi penyebab tumbuhnya tanaman. Maka sebagaimana tameng itu menolak panah, yang berarti saling mendorong, begitu pula antara doa dan bala. (Al-Ihya, 1/328).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Doa itu adalah satu penye-bab yang bisa menolak bala. Jika doa lebih kuat darinya maka ia akan mendorongnya, dan jika penyebab bala yang lebih kuat maka ia akan mengusir doa. Karena itu diperintah-kan ketika ada gerhana dan bencana besar lain untuk shalat, berdoa, beristighfar, sedekah dan memerde-kakan budak. Wallahu a’lam. (Al-Fatawa, 8/193)
Ibnul Qayyim berkata: “Doa termasuk obat yang paling bermanfaat, ia adalah musuh bala, ia mendorong-nya dan mengobati, ia menahan bala atau mengangkat atau meringankan-nya jika sudah turun.”
Syarat dan Adab Berdoa
Antara lain:
* Ikhlas. Inilah sesuatu yang paling utama untuk diperhatikan oleh setiap orang yang berdoa. Yakni hendaknya ia memurnikan doa hanya untuk Allah semata, baik dalam ucapan, perbuatan maupun tujuan.
* Mencari waktu-waktu mulia untuk memanjatkan doa, seperti hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum’at, sepertiga akhir malam, dll.
* Memanfaatkan kondisi-kondisi tertentu yang dinyatakan sebagai saat ijabah oleh syari’at Islam. Seperti waktu sujud, ketika berpuasa, beper-gian, waktu sakit, ketika minum air zam-zam dan sebagainya.
* Menghadap kiblat, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam doa istisqa’ (minta hujan) yang diriwa-yatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya dengan judul bab berdoa meng-hadap kiblat.
* Mengangkat kedua tangan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Rabbmu itu Mahapemalu dan Mahamulia, malu dari hambaNya jika ia mengangkat kedua tangannya (memohon) kepada-Nya kemudian menariknya kembali dalam keadaan hampa kedua tangan-nya.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, di-hasan-kan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Albani).
* Memulai dengan tahmid (pujian terhadap Allah) dan shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jika salah seorang di antara kamu berdoa, hendaknya memulai dengan memuji dan menyanjung Tuhannya, dan bershalawat kepada Nabi r, kemudian berdoa apa yang dia kehendaki.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ahmad, di-shahih-kan oleh Al-Albani).
Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu pernah berdoa, ia memulai dengan tahmid, kemudian bershalawat, kemudian diteruskan dengan doa untuk kebaikan dirinya. Maka Nabi berkata: “Mintalah pasti kamu diberi, mintalah pasti kamu diberi.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih, dan Abdul Qadir Al-Arnauth berkata, sanad-nya hasan).
* Dengan suara samar, tidak keras, menghinakan diri di hadapan-Nya dan menampakkan kebutuhan yang sangat. Allah berfirman: “Jangan-lah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya.” (Al-Isra’: 105).
“Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan merendahkan diri dan suara pelan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melam-paui batas.” (Al-A’raf: 55).
Aisyah berkata, ‘Ayat ini diturun-kan berkenaan dengan doa.’ (HR. Al-Bukhari). Al-Hafizh berkata, ‘Begitu-lah Aisyah menyebutkannya secara mutlak, yang berarti mencakup di dalam shalat dan di luar shalat.’
* Tidak tergesa-gesa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan dikabulkan bagi seseorang di antara kamu selagi tidak tergesa-gesa, yaitu dengan berkata, ‘Saya telah berdoa tetapi tidak dikabulkan’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ibnul Qayyim berkata: “Termasuk penyakit yang menghalangi terkabul-nya doa adalah tergesa-gesa, meng-anggap lambat pengabulan doanya sehingga ia malas untuk berdoa lagi”. Padahal bisa jadi antara doa dan jawabannya memerlukan waktu 40 tahun, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas t. (Abu Laits As-Samar-qandi dalam Tanbihul Ghafilin).
Ibnul Jauzi berkata: “Ketahuilah bahwa doa orang mukmin itu tidak akan ditolak, hanya saja terkadang yang lebih utama baginya itu diundur jawabannya atau diganti dengan yang lebih baik dari permintaannya, cepat atau lambat.” (Fathul Bari, 11/141).
* Yakin akan dikabulkan doanya dan memahami serta meresapi benar dalam berdoa. Karena itu, berdoa tidaklah sekedar melafazhkan doa-doa yang dihafal tanpa mengerti maknanya, tetapi harus benar-benar memahami dan menginginkan dika-bulkannya permintaannya. Karena itu apa yang kita minta haruslah sesuai dengan kebutuhan kita.
Rasulullah shalallahu’alahi wassalam bersabda:
“Mohonlah kepada Allah semen-tara kamu sangat yakin untuk dikabulkan, dan ketahuilah bahwasa-nya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan bermain-main.”(HR. At-Tirmidzi, dihasan kan oleh Al-Mundziri dan Al-Albani).
* Termasuk syaratnya adalah makan dan minum serta pakaian orang yang berdoa harus halal dan bersih. Karena Allah itu suci, tidak menerima kecuali yang suci. Disebut-kan oleh Rasulullah: “Ada seseorang yang sudah lama dalam safar (perja-lanan) dengan rambut kusut dan (tubuh) penuh debu, ia mengangkat kedua tangannya ke langit dan berkata, ‘Ya Rabb, ya Rabb…’, semen-tara makanannya haram, minuman-nya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan yang haram, bagaimana mungkin (doanya) dika-bulkan?” (HR. Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi).
* Berikhtiar demi terkabulnya doa dan menjauhi sebab-sebab tertolaknya. Seperti tidak berbuat maksiat, tidak meninggalkan kewajib-an-kewajiban syari’at, terutama amar ma’ruf nahi mungkar .
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Hendaknya kalian memerintah-kan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar, atau Allah akan mengirim-kan siksaNya kepada kalian, lalu kalian berdoa kepadaNya, tetapi tidak dikabulkan.” (HR. At-Tirmidzi dan di-hasan-kannya).
(Abu Hamzah)
Sumber rujukan:
- Al-Jawabul Kafi, Ibnul Qayyim.
- Al-Adzkar, Imam An-Nawawi.
- Tanbihul Ghafilin, Abu Laits As-Samarqandi.
- Kaifa Nad’u, Shalih Al-Ghazali, dan lain-lain
1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad)
Dr. Muhammad Faiz Almath – Gema Insani Press
1. Do’a adalah otaknya (sumsum / inti nya) ibadah. (HR. Tirmidzi)
2. Do’a adalah senjata seorang mukmin dan tiang (pilar) agama serta cahaya langit dan bumi. (HR. Abu Ya’la)
3. Akan muncul dalam umat ini suatu kaum yang melampaui batas kewajaran dalam berthaharah dan berdoa. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Penjelasan:
Yakni berdoa atau mohon kepada Allah untuk hal-hal yang tidak mungkin dikabulkan karena berlebih-lebihan atau untuk sesuatu yang tidak halal (haram).
4. Do’a seorang muslim untuk kawannya yang tidak hadir dikabulkan Allah. (HR. Ahmad)
5. Jangan mendo’akan keburukan (mengutuk) dirimu atau anak-anakmu atau pelayan-pelayanmu (karyawan-karyawanmu) atau harta-bendamu, (karena khawatir) saat itu cocok dikabulkan segala permohonan dan terkabul pula do’amu. (Ibnu Khuzaimah)
6. Rasulullah Saw ditanya, “Pada waktu apa do’a (manusia) lebih didengar (oleh Allah)?” Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Pada tengah malam dan pada akhir tiap shalat fardhu (sebelum salam).” (Mashabih Assunnah)
7. Do’a yang diucapkan antara azan dan iqomat tidak ditolak (oleh Allah). (HR. Ahmad)
8. Bermohonlah kepada Robbmu di saat kamu senang (bahagia). Sesungguhnya Allah berfirman (hadits Qudsi): “Barangsiapa berdo’a (memohon) kepada-Ku di waktu dia senang (bahagia) maka Aku akan mengabulkan do’anya di waktu dia dalam kesulitan, dan barangsiapa memohon maka Aku kabulkan dan barangsiapa rendah diri kepada-Ku maka aku angkat derajatnya, dan barangsiapa mohon kepada-Ku dengan rendah diri maka Aku merahmatinya dan barangsiapa mohon pengampunanKu maka Aku ampuni dosa-dosanya.” (Ar-Rabii’)
9. Ada tiga orang yang tidak ditolak do’a mereka: (1) Orang yang berpuasa sampai dia berbuka; (2) Seorang penguasa yang adil; (3) Dan do’a orang yang dizalimi (teraniaya). Do’a mereka diangkat oleh Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, “Demi keperkasaanKu, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Tirmidzi)
10. Barangsiapa tidak (pernah) berdo’a kepada Allah maka Allah murka kepadanya. (HR. Ahmad)
11. Apabila kamu berdo’a janganlah berkata, “Ya Allah, ampunilah aku kalau Engkau menghendaki, rahmatilah aku kalau Engkau menghendaki dan berilah aku rezeki kalau Engkau menghendaki.” Hendaklah kamu bermohon dengan kesungguhan hati sebab Allah berbuat segala apa yang dikehendakiNya dan tidak ada paksaan terhadap-Nya. (HR. Bukhari dan Muslim)
12. Hati manusia adalah kandungan rahasia dan sebagian lebih mampu merahasiakan dari yang lain. Bila kamu mohon sesuatu kepada Allah ‘Azza wajalla maka mohonlah dengan penuh keyakinan bahwa do’amu akan terkabul. Allah tidak akan mengabulkan do’a orang yang hatinya lalai dan lengah. (HR. Ahmad)
13. Apabila tersisa sepertiga dari malam hari Allah ‘Azza wajalla turun ke langit bumi dan berfirman : “Adakah orang yang berdo’a kepadaKu akan Kukabulkan? Adakah orang yang beristighfar kepada-Ku akan Kuampuni dosa- dosanya? Adakah orang yang mohon rezeki kepada-Ku akan Kuberinya rezeki? Adakah orang yang mohon dibebaskan dari kesulitan yang dialaminya akan Kuatasi kesulitan-kesulitannya?” Yang demikian (berlaku) sampai tiba waktu fajar (subuh). (HR. Ahmad)
14. Tidak ada yang lebih utama (mulia) di sisi Allah daripada do’a. (HR. Ahmad)
15. Tiga macam do’a dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa kedua orang tua, dan do’a seorang musafir (yang berpergian untuk maksud dan tujuan baik). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
16. Sesungguhnya Allah Maha Pemalu dan Maha Murah hati. Allah malu bila ada hambaNya yang menengadahkan tangan (memohon kepada-Nya) lalu dibiarkannya kosong dan kecewa. (HR. Al Hakim)
17. Tiada seorang berdo’a kepada Allah dengan suatu do’a, kecuali dikabulkanNya, dan dia memperoleh salah satu dari tiga hal, yaitu dipercepat terkabulnya baginya di dunia, disimpan (ditabung) untuknya sampai di akhirat, atau diganti dengan mencegahnya dari musibah (bencana) yang serupa. (HR. Ath-Thabrani)
18. Barangsiapa mendo’akan keburukan terhadap orang yang menzaliminya maka dia telah memperoleh kemenangan. (HR. Tirmidzi dan Asysyihaab)
19. Ambillah kesempatan berdo’a ketika hati sedang lemah-lembut karena itu adalah rahmat. (HR.Ad-Dailami)
20. Ali Ra berkata, “Rasulullah Saw lewat ketika aku sedang mengucapkan do’a : “Ya Allah, rahmatilah aku”. Lalu beliau menepuk pundakku seraya berkata, “Berdoalah juga untuk umum (kaum muslimin) dan jangan khusus untuk pribadi. Sesungguhnya perbedaan antara doa untuk umum dan khusus adalah seperti bedanya langit dan bumi.” (HR. Ad-Dailami)
21. Berlindunglah kepada Allah dari kesengsaraan (akibat) bencana dan dari kesengsaraan hidup yang bersinambungan (silih berganti dan terus-menerus) dan suratan takdir yang buruk dan dari cemoohan lawan-lawan. (HR. Muslim)
22. Tidak ada manfaatnya bersikap siaga dan berhati-hati menghadapi takdir, akan tetapi do’a bermanfaat bagi apa yang diturunkan dan bagi apa yang tidak diturunkan. Oleh karena itu hendaklah kamu berdoa, wahai hamba-hamba Allah. (HR. Ath-Thabrani)
23. Barangsiapa ingin agar do’anya terkabul dan kesulitan-kesulitannya teratasi hendaklah dia menolong orang yang dalam kesempitan. (HR. Ahmad)
Hakikat Diri 1
Dalam kitab ‘Sirr al-Asrar’ yang berisi kumpulan ajaran Syaikh Abdul Qadir al-Jilani didapati keterangan bahwa pada awalnya manusia dicipta oleh Allah SWT di alam lâhût (alam dimensi ketuhanan). Manusia awal itu adalah manusia yang masih berwujud ruh (jiwa) yang sangat murni, yang disebut rûh al-quds.
Ruh al-Quds dicipta langsung oleh Allah SWT dan didalamnya terkandung disain serta program-program (rencana-rencana) Allah, juga sifat-sifat Allah, yang sifatnya sangat misterius (sirri). Maka Ruh al-Quds disebut juga Sirr (rahasia).
Allah SWT adalah cahaya (QS an-Nûr 24). Ruh al-Quds yang dicipta langsung oleh Sang Cahaya pun mengandung cahaya yang sangat murni, yang memiliki tingkat radiasi sangat tinggi.
Dalam kitab itu juga dikatakan bahwa alam memiliki lapis-lapis dimensional yang berbeda:
1. Alam Lâhût, alam dimensi ketuhanan.
2. Alam Jabarût, alam ilmu, ketentuan, rencana dan takdir.
3. Alam Malakût, alam para malaikat, alam ruh, alam enerji.
4. Alam Mulki, alam fisik, alam nyata.
Ketika Rûh al-Quds akan diturunkan dari alam lâhût ke alam jabarût ia dibalut lebih dulu dengan lapisan Ruh as-Shulthâny. Sebab kalau tidak, radiasi cahaya Ruh al-Quds yang sangat murni dan teramat kuat itu akan membakar semua yang ada di alam jabarut. Ruh as-Sulthany adalah mantel (hijâb) bagi Ruh al-Quds. Ruh as-Shulthany disebut juga dengan Fuâd.
Lalu Ruh al-Quds (Sirr) yang sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany (Fu’ad) diturunkan ke alam level-3, yaitu alam malakût. Namun alam malakut lebih materialized daripada alam-alam sebelumnya, dan apa yang ada di dalamnya akan mudah terbakar oleh radiasi cahaya Ruh al-Quds meskipun sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany. Oleh sebab itu sebelum diturunkan ke alam malakut, Ruh al-Quds yang sudah dengan Ruh as-Sulthany, dibalut lagi dengan Rûh ar-Rûhâny. Ruh lapis ketiga ini disebut juga Qalbu.
Selanjutnya Ruh al-Quds (Sirr), yang sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany (Fuad) dan Ruh ar-Ruhaniyah (Qalbu), diturunkan lagi ke alam level-4 yaitu alam mulki. Inilah alam kosmik yang sekarang dapat kita lihat secara visual dengan mata kepala kita. Alam kosmik wujudnya sangat lahiriah dan dapat dikenali secara empirik (terukur). Namun radiasi cahaya Ruh al-Quds, meski sudah dibalut dengan dua lapis ruh lainnya, masih terlalu tinggi bagi alam ini. Apa yang ada di alam mulki dapat terbakar oleh radiasi cahaya Ruh al-Quds. Untuk itu, sebelum diturunkan ke alam mulki, Ruh al-Quds dibalut lagi dengan lapis ke-3 yaitu Rûh al-Jismâny yang untuk mudahnya sering disebut dengan Rûh saja. Untuk lebih jelasnya lihatlah tabel berikut ini.
Alam Rûh (Nafs)
Lâhût Rûh al-Quds Sirr
Jabarût Rûh as-Sulthany Fu’ad
Malakût Rûh ar-Rûhâny Qalbu
Mulki Rûh al-Jismâny Rûh
Diri (nafs) kita yang hakiki dalah diri yang berwujud ruh (jiwa). Tubuh biologis kita hanyalah cangkang atau wadah bagi diri kita yang sesungghnya, yaitu ruh. Di dalam rûh ada qalbu, di dalam qalbu ada fuâd dan di dalam fuad ada sirr. Sirr adalah rahasia. Sirr berisi rahasia-rahasia Allah untuk orang itu berupa sifat-sifat Allah, rencana dan takdir Allah. Sirr terhubung langsung dengan Allah SWT.
Dikenal pula istilah lubb yang jamaknya albâb. Surat Ali Imran ayat 130* menyebut Uli al-Albâb sebagai individu yang selalu berdzikir, berfikir, dan beribadah. Apa arti lubb? Kalau kita menebang sebatang pohon, lalu kita perhatikan penampang potongannya, akan terlihat di bagian tengah dari batang pohon itu ada bagian yang berwarna kecoklatan. Itulah inti dari batang pohon tersebut. Arab menyebutnya lubb.
Qalbu adalah lubb bagi ruh. Intinya ruh adalah qalbu, intinya qalbu adalah fu’ad, dan intinya fuad adalah sirr. Sirr adalah inti dari segala inti, yang mengandung rahasia dari segala rahasia, sehingga disebut Sirr al-Asrar (secret of the secrets). Namun untuk tahap permulaan mempelajari tashawuf cukuplah orang memahami ruh dan intinya saja, yaitu qalbu.

Hakikat Diri 2
FITHRAH: Potensi Dasar Spiritualitas Manusia
Spiritualitas manusia berpusat pada qalbu, dan di dalam qalbu manusia sudah ada potensi-potensi spiritual yang merupakan format dasar kemanusiaan. Maka kalau saja manusia selalu mengikuti suara qalbunya, itu pun sudah cukup menyelamatkan diri dan kehidupannya.
Bukankah Rasulullah SAW berpesan kepada Wabishah: ‘istafti nafsaka (qalbak)!’ -
“Wahai Wabishah, mintalah fatwa pada dirimu (qalbumu) sendiri; suatu kebajikan adalah apa yang menenteramkan qalbumu, dan engkaupun tenteram dengannya. Suatu kejahatan adalah apa yang menggelisahkan qalbumu, dan mengguncang dirimu, meskipun orang lain sudah membenarkanmu”.
Masalahnya sekarang adalah qalbu manusia sering lengah dan lalai sehingga mudah terdorong sesat ketika dipengaruhi oleh gejolak hawa nafsu dan terseret oleh godaan iblis/setan. Untuk itulah Allah SWT menurunkan para rasul dengan membawa ajaran agama sebagai pengingat bagi yang lengah, petunjuk bagi yang bingung, penegas bagi yang ragu. Sumber ilmu (informasi) keagamaan adalah kitab suci, tapi faktor utama dalam proses keberagamaan adalah qalbu. Dalam proses hidup beragama kitab suci adalah faktor sekunder. Al-Qur’an pun banyak mengarahkan manusia untuk selalu mendengarkan suara qalbunya.
Hakikat Diri dan Inti Kemanusiaan
Hakekat diri manusia adalah diri yang ruhaniah/spiritual yang sudah tercipta sebelum adanya tubuh biologis (basyar). Ketika manusia masih dalam wujud ruh di alam lahut, ruh merupakan wujud pertama manusia dalam proses penciptaannya sebelum diturunkan ke bumi dan dimasukkan ke dalam tubuh jismaniah (basyar). Allah mempersiapkan basyar (tubuh biologis kebinatangan) hanya sebagai cangkang/wadah bagi si manusia ruhaniah itu.
Inti ruh yang menjadi pusat diri manusia adalah qalbu. Di dalam Bahasa Arab dikenal ada 2 macam qalbu; qalbu jismaniah berupa gumpalan daging yaitu jantung, dan qalbu ruhaniah yang dalam Bahasa Indonesia disebut hati nurani. Di dalam qalbu ruhaniah inilah terletak fithrah (sifat-sifat asli dari Tuhan) berupa kesadaran, perasaan, kecerdasan, iman dan iradah. Jadi, sejak diturunkan dari sisi Allah, si manusia ruhaniah itu qalbunya tidak kosong. Karena di dalam qalbu itu Allah SWT sudah menempatkan potensi-potensi dasar spiritual (fithrah), bibit iman, moralitas, ilmu dan kemerdekaan.
Asal kata Fithrah dan artinya
Apa arti kata fithrah? Sudah menjadi tradisi bahwa setiap tahun, menjelang Hari Raya Idul Fithri kita membayar Zakat Fithrah. Di sini jelas ada 2 kata yang populer yaitu fithri dan fithrah. Kedua kata itu bersumber dari dari satu akar kata yang sama yakni fathara yang mempunyai 2 makna:
* to break out = memecah, membelah; seperti kuncup bunga yang memecah/mekar.
* to originate = muncul, memunculkan.
1. Fathara dalam arti memecah –> fithrun.Fithrun sebagai mudhof ilayh dibaca fithri (lihat idul fithri). Dalam bahasa sehari-hari disebut juga futhur/ifthor, artinya memecah kepuasaan. Contohnya, di malam hari, karena tidur orang bagaikan berpuasa, tidak makan. Maka di pagi hari, makan yang pertama adalah makan yang memecah kepuasaannya. Itu sebabnya ia disebut futhur/ifthar yang artinya makan yang memecah kepuasaan (to break the fast) yang menjadi populer dengan breakfast. Maka idul fithri adalah hari raya memecah (mengakhiri) puasa. Media-media Arab berbahasa Inggris, seperti Arab News dan lain-lain, menyebut Idul Fithri dengan “Fast Breaking Festive”, festival mengakhiri puasa.
Zakatul Fithri atau Shadaqatul Fithri artinya adalah zakat/shadaqah yang harus dibayarkan pada saat orang melaksanakan futhur atau mengakhiri puasa. Hal ini berkaitan dengan hadist Nabi SAW, “Puasa seseorang akan tetap terkatung-katung antara bumi dan langit, belum diterima oleh Allah, sebelum dibayarkan zakatul fithri/shadaqatul fithri”. Di negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia orang pun menyebutnya zakatul fithri/shadaqah fithri, tapi di Indonesia istilah ini lebih dikenal zakat fithrah.
2. Fathara dalam makna yang kedua: “mencipta pertama kali”Terdapat perbedaan antara khalaqa dengan fathara.Khalaqa (to create): mengadakan sesuatu dari bahan material yang memang sudah ada. Contoh: di alam sudah ada tanah liat, dari tanah liat orang mencipta cangkir porselin. Penciptaan adalah pengadaan sesuatu dari bahan yang memang sudah ada sebelumnya.Fathara (to originate): mengadakan sesuatu dari belum adanya sama sekali. Karena itu fathara lebih dahsyat dari khalaqa, karena mengadakan sesuatu dari belum adanya sama sekali. Di dalam Al-Qurâ’an pun istilah fathara hanya dipergunakan untuk Allah. Misalnya: fatharas samawati wal ardh…
Dari kata fathara yang bermakna to originate itulah terbentuk istilah fithrah (originality). Originality adalah ciri, sifat atau karakter original. Ciri atau sifat sejak sesuatu itu origin, dimunculkan untuk pertama kalinya. Fithrah adalah sifat/karakter yang mengiringi sesuatu sejak penciptaannya pertama kali.
FITHRAH: Sifat-sifat Ketuhanan
Allah SWT berfirman surat Ar-Ruum ayat 30.
“…Fithratallah allatii fatharannaasa ‘alayhaa…”…
Fithrah Allah, yang Dia mencipta manusia berdasarkan fithrah itu. (QS. Ar-Ruum, 30:30)
Bayangkan, Allah mencipta manusia dengan sifat-sifat Allah, karena itulah ketika manusia itu terlahir dalam hadist Nabi dijelaskan:
Maa min mauluudin Illaa yuu ladu ‘alalfithrah
tidak satu pun bayi terlahir kecuali ia di lahirkan berdasarkan FITHRAH
Dan dalam hadist lain yang sangat indah dan sangat populer dikalangan dunia tasawuf:
“Takhallaquu biakhlaqillah”
Berahlaklah kalian dengan ahlak Allah
Bertingkahlah kalian dengan tingkah ke-Allah-an, jadilah kamu ‘seperti’ Allah karena manusia adalah cermin Allah. Karena manusia dihadirkan ke bumi untuk menjadi khalifatullah atau wakil Allah, dan di dalam qalbunya sudah diisikan sifat-sifat Allah, maka hendaknya manusia bertingkah dengan tingkah ke-Allah-an, dengan mewujudkan karakter ke-Allah-an.
FITHRAH: Iman
Cermati sejarah pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim AS dalam surat Al-Anbiya’: 51-83 dan surat Al-An’am: 74-79.
“Sesungguhnya bibit iman telah turun di pusat qalbu setiap orang..”
Juga dalam surat Al-A`raf ayat 172:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
Allah memberikan bibit Iman, naluri ber-Tuhan yang menggelisahkan orang untuk selalu tertarik, mencari, meneliti, menjelajah, mencoba mengenali Tuhannya. Karena itu di dalam semua budaya, semua bangsa, semua orang tahu akan adanya Tuhan, adanya dia yang misterius itu. Lalu manusia-manusia itu memberi nama / istilah-istilah kepada apa yang disebut Tuhan. Maka muncullah ‘Tuhan’ dengan berbagai bahasa.
FITHRAH: Moralitas, Ilmu dan Kemerdekaan
Moralitas
“Demi diri (manusia) dengan segala kesempurnaannya, lalu Tuhan mengilhamkannya tentang kejahatan dan ketaqwaan.” (QS. Asy-Syams, 91:7-8)
Ilmu dan Kemerdekaan
“…Dia mengilmui Adam dengan nama-nama segalanya…”,(QS. Al-Baqarah, 2:31-34)
“Tinggallah engkau & isterimu di dalam kebun ini dan makanlah segala yang tersedia berlimpah, yang mana saja yang kamu kehendaki…”,(QS. Al-Baqarah, 2:35-38)
Artinya sejak saat itu kepada Adam diberikan masyi’ah / kebebasan berkehendak. You are free to make your own choice, kamu bebas menentukan kehendakmu sendiri.
Seberapa besar kebebasan yang Allah berikan kepada Adam? Kebebasan yang sebebas-bebasnya
Apakah kebebasan itu hanya untuk Adam dan Hawa saja? Sepanjang di dalam kebun itu saja?
Tidak, kebebasan yang Allah berikan adalah kebebasan yang seluas-luasnya, sedemikian luas sampai-sampai seluruh manusia di muka bumi ini bebas bahkan untuk membangkang Allah sekali pun.
“Kalau saja Tuhanmu menghendaki, Dia bisa membuat semua yang ada dimuka bumi beriman kepada Dia…”,(QS. Yunus, 10:99)
“Tidak ada paksaan untuk dalam beragama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus…”,(QS. Al-Baqarah, 2:256)
Muncul pertanyaan, mengapa Allah memberikan kebebasan yang begitu luas kepada manusia sampai-sampai manusia bebas untuk membangkang kepada Allah sehingga manusia berbuat jahat dimuka bumi?
Sebagai wakil Allah yang akan memimpin kehidupan di muka bumi, manusia akan banyak menghadapi problem. Supaya bisa menyelesaikan problem-problem itu maka manusia haruslah merupakan makhluk yang kreatif. Maka supaya bisa kreatif itulah Allah berikan ilmu dan kebebasan karena ilmu dan kebebasan adalah dua bahan baku untuk munculnya kreatifitas.
Kreatifitas, yang berangkat dari ilmu pengetahuan dan kemerdekaan, adalah salah satu dari hal-hal yang paling awal Allah berikan kepada manusia. Dengan ilmu manusia akan menjadi cerdas dan banyak tahu, dan dipadu dengan kemerdekaan kecerdasan berubah menjadi daya cipta yang dahsyat yang menyebabkan peradaban manusia berkembang progressif.
Yang Merusak Fithrah Manusia
1. Hawa Nafsu
2. Iblis
“Wahai Adam, maukah engkau kutunjukkan pada Pohon Keabadian (Status Quo) dan Kejayaan Tanpa Batas (Keserakahan).”(At-Thaahaa, 20:120)
Iblis menyusup ke kebun kelimpahruahan (jannah) dan mengiming-imingi Adam (manusia pertama di bumi) dengan janji Keabadian dan Kejayaan Tanpa Batas dengan cara memakan buah Pohon Terlarang. Rupanya Adam tergiur untuk mendapatkan keabadian dan kejayaan tanpa batas, maka Adam pun memakan buah pohon terlarang itu. Lalu apa yang terjadi?
“…maka nampaklah ‘kemaluan’ mereka berdua, dan keduanya mencari-cari alat untuk menutupinya dengan dedaunan di kebun; Adam telah membelakangi Tuhannya dan sesatlah ia.” (At-Thaahaa, 20:121)
Ketika manusia memperturutkan hasrat keabadian dan keserakahannya maka akan nampaklah segala hal yang memalukan dari dirinya, terkuaklah segala aib yang menghinakannya. Manusia menjadi telanjang dan pakaiannya rontok. Pakaian adalah simbol keberadaban, simbol martabat dan status sosial, yang tiada lagi berguna ketika manusia memperturutkan hasrat keabadian dan keserakahan dengan mengabaikan fithrahnya.
Ketika Allah SWT melarang Adam untuk mendekati pohon terlarang itu bukan karena Allah takut akan tersaingi keabadian dan kejayaanNya, tetapi Allah, dengan teknik learning by doing, sedang memberi pelatihan kepada Adam tentang:
1. Suatu kebebasan bukanlah tanpa batas, harus dikendalikan.
2. Titik lemah manusia adalah hasrat keabadian & keserakahan.
3. Iblis adalah musuh yang nyata.
Adam bertaubat dan memohon ampun, Allah menerima taubat dan mengampuni Adam. Lalu Adam dikeluarkan dari “kebun pelatihan” untuk turun ke bumi relitas untuk menjalani missinya sebagai hamba Allah sekaligus khalifah Allah.
Kesimpulan
Apa saja potensi spiritual (fithrah) yang Allah berikan kepada manusia? Sifat-sifat Allah, Bibit Iman, Moralitas, Ilmu dan Kemerdekaan.
Dimana Allah menempatkan fithrah itu?
Pada qalbu manusia, pusat spiritualitas manusia (hati nurani). Sejak awalnya qalbu manusia tidak pernah kosong.
Apa fungsi fithrah bagi manusia? Sebagai format (image) ketuhanan.
“Sesungguhnya Allah mencipta Adam berdasarkan citra-Nya / image-Nya”(Hadist Qudsi)
“…Then God said, “Let us make man in our image, in our likeness””So God created man in his own image, in the image of God he created him”(Bibel, Genesis 1:26-27)
Apa yang merusak Fithrah?
Hawa Nafsu dan Iblis.
Hawa nafsu berupa:
* Syahwat perut;
* Syahwat kemaluan;
* Syahwat kalam;
* Syahwat tidur.
Murobathah dan Muroqobah

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai, orang-orang yang beriman bersabarlah dan tetaplah bersabar dan bersiap-siagalah dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung” [QS. Al-Imron: 200]
Subhanallah, menarik sekali ayat ini jika direnungkan dengan dalam dan ditengah kesunyian malam. Hanya orang-orang yang berimanlah yang dipanggil Allah untuk bersabar, kemudian tetap bersabar, bersiap-siaga dan bertaqwa agar mendapatkan keuntungan. Sungguh suatu rangkaian yang indah, pada kebanyakan ayat dalam Al-Qur’an memang selalu diperintahkan untuk bersabar dalam segala hal. Namun ayat ini memerintahakn kita hamba-Nya untuk ‘robithu‘.
Robithu – murobathah, adalah muroqobah (pengawasan) dan muhasabah (penghitungan). Seperti apakah muroqobah ini? Tentunya kita teringat akan sebuah kisah dimana seorang Kyai sangat hormat kepada murid termudanya. Sikap sang Kyai ini di’protes’ oleh para santri seniornya,
“Wahai Kyai kami, mengapa engkau begitu hormat kepada dia padahal dia lebih muda dari kami””. Sang Kyai tidak lantas menjawabnya, ia memberikan masing-masing santrinya seekor ayam dan sebilah pisau tajam. Para santripun penuh tanda tanya. Sang Kyai memerintahkan, “Potonglah ayam itu tapi jangan sampai terlihat oleh siapapun”. Maka santri-santripun melaksanakan perintah Kyai, ada yang bersembunyi di kebun, bersembunyi dibalik dinding, dana dimana-mana tempat yang tidak terlihat orang. Kemudian masing-masing santri ini menghadap satu per satu ke Kyai sambil membawa ayam yang telah terpotong urat lehernya denngan perasaan senang telah menunaikan perintah Kyai yang dihormatinya. Kecuali santri yang muda, sang Kyai bertanya, “Wahai santriku, mengapa belum juga engkau tunaikan perintahku, tidakkah engkau mendengarkannya?”. Santri muda inipun menjawab, “Wahai Kyaiku yang aku hormati, sungguh aku dengar dan paham perintahmu, tapi bagaimana aku bisa memotong ayam ini tanpa bisa dilihat oleh siapapun karena Allah selalu melihatku”.
Demikianlah mengapa sang Kyai begitu menghormati santri muda itu. Sikap muroqobatillah ini telah melekat betul dihatinya dan diamalkannya. Subhanallah.
Dalam suatu hadits oleh Imam Muslim, Rasulullah ditanya oleh seorang (sebenarnya Malaikat Jibril), “fa akhbirni-i an al-ihsani, qoola: an ta’buda Allah ka-annaka taroohu…”. Hadits ini sangat populer ditelinga kita, bahkan diriku. Namun sangat sedikit sekali bisa menerapkannya.

PENJELASAN TENTANG ISLAM, IMAN DAN IHSAN
عن عمر رضي الله عنه أيضا قال: بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم، إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب، شديد سواد الشعر، لا يرى عليه أثر السفر، ولا يعرقه منا أحد، حتي جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبتيه إلى ركبتيه، ووضع كفيه على فخذيه وقال: يا محمد ! أخبرني عن الإسلام. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا ” قال: صدقت. فعجبنا له يسأله ويصدقه. قال: فأخبرني عن الإيمان، قال: ” أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الأخر، وتؤمن بالقدر خيره وشره ” قال: صدقت، قال: فأخبرني عن الإحسان قال: ” أن تعبد الله كأنك تراه، فإن لم تكن تراه فإنه يراك ” قال: فأخبرني عن الساعة، قال: “ ما المسؤل عنها بأعلم من السائل ” قال: فأخبرني عن أماراتها. قال: ” أن تلد الأمة ربتها، وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون فى البنيان ” . ثم انطلق فلبثت مليا، ثم قال: ” يا عمر ! أتدرى من السائل ؟ ” قلت: الله ورسوله أعلم. قال: ” فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم ” رواه مسلم
‘an ‘umaro rodhiya allahu ‘anhu aidhon qoola: bainamaa nahnu juluusun ‘inda rosuulillahi shollallahu ‘alaihi wa sallam, dzaata yaumin, idzthola’a ‘alainaa rojulun syadiidu bayaadhits tsiyaabi, syadiidu sawaadisy sya’ri, laa yuroyaa ‘alaihi atsarus safari, wa laa ya’rifuhu minnaa ahadun, hatta jalasa ilan nabiyyi shollallahu ‘alaihi wa sallam fa asnada rukbataihi ilaa rukbataihi, wa wadho’a kaffaihi ‘alaa fakhidzaihi wa qoola: yaa muhammadu ! akhbirnii ‘anil islaami. fa qoola rosuulullahi shollallahu ‘alaihi wa sallam: ” al islaamu ang tasyhada al laa ilaaha illa allahu wa anna muhammadar rosuulullahi, wa yuqiimush sholaata, wa tu’tiyaz zakaata, wa tashuuma romadhoona, wa tahujjal baita inis tatho’ta ilaihi sabiilaa ” qoola: shodaqta. fa ‘ajibnaalahu yas aluhu wa yushoddiquhu. qoola: fa akhbirnii ‘anil iimaani qoola: ” ang tu’mina billahi, wa malaa ikatihi, wa kutubihi, wa rusulihi, wal yaumil aakhiri, wa tu’mina bilqodari khoirihi wa syarrihi ” qoola: shodaqta. qoola: fa akhbirnii ‘anil ihsaani. qoola: ” ang ta’buda allaha ka annaka taroohu, fa in lam takun taroohu fa innahu yarooka ” qoola: fa akhbirnii ‘anis saa’ati, qoola: ” mal mas’uulu ‘anhaa bi a’lama minas saa’ili ” qoola: ” fa akhbirnii ‘an amaarootihaa. qoola: ang talidal amatu robbatahaa, wa angtarol hufaatal ‘urootal ‘aalata ri’aa asy syaa’i yatathoowaluuna fil bunyaani ” . tsumman tholaqo falabitstu maliyyan, tsumma qoola: ” yaa ‘umaro ! atadrii manis saa ili ? ” qultu: allahu wa rosuuluhu a’lamu. qoola: ” fa innahu jibriilu ataakum yu’allimukum diinukum ” rowaahu muslimun
Artinya: Dari Umar bin Khoththob juga Ia berkata:
” Ketika kami [para shohabat] sedang duduk di sisi Rosulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam, pada suatu hari tiba tiba hadir seseorang yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat padanya perjalanan dan tak satupun diantara kami yang mengenalnya, sehingga Ia duduk di dekat Nabi Shollallahu Alaihi Wa Sallam kemudian menyandarkan lulutnya kepada lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya pada kedua paha Nabi seraya berkata: ”
Wahai Muhammad ! Beritahulah saya tentang Islam ?
lalu Rosulullah menjawab: ” Islam adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan yang berhak di sembah melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah, dan hendaknya engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa di bulan romadhon, dan menunaikan ibadah haji di baitullah jika engkau mampu melakukannya. Orang tadi berkata: ” Engkau benar. “ Maka kami [para shohabat] heran, dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya.
Orang itu berkata: Beritahu saya tentang Iman ?
Nabi menjawab: ” Hendaknya engkau beriman kepada Allah, Malaikat Malaikatnya, Kitab Kitabnya, Rosul Rosulnya, Hari Akhir, dan hendaknya [pula] engkau beriman kepada Qodar yang baik dan yang buruknya. Dia berkata: ” Engkau benar ” .
Dia berkata: ” Beritahulah saya tentang Ihsan ?
Nabi menjawab: ” Hendaknya engkau beribadah kepada Allah seolah olah engkau melihatNya, jika engkau tidak melihatNyamaka [ketahuilah] bahwa Ia melihat engkau.
Dia berkata [pula] beritahulah saya tentang Hari Kiamat,
maka Nabi menjawab: ” Orang yang bertanya lebih tahu dari pada orang yang di tanya. ”
Dia berkata [lagi]: ” Beritahu saya tentang tanda tandanya ?
Nabi menjawab: Jika hamba sahaya telah melahirkan majikannya [maksudnya banyak mengambil hamba sahaya dan bersetubuh dengannya sehingga melahirkan anak yang otomatis mereka merdeka seperti ayahnya], dan jika engkau melihat orang yang tak beralas kaki, tidak berpakaian, fakir, penggembala kambing berlomba lomba meninggikan bangunan. ”
Kemudian orang tadi pergi. Maka saya diam sejenak. Kemudian Nabi berkata: ” Wahai ‘Umar ! Tahukah engkau siapa gerangan seorang yang bertanya tadi ? Saya menjawab: Allah dan Rosulnya yang tahu. Nabi berkata: ” Sesungguhnya Ia Jibril datang kepadamu untuk mengajarkan agamamu. ” [HR Muslim]
►Muwajahah, (TAWAJJUH)
►artinya saling berhadapan, adalah sikap menghadapnya hamba pada Tuhannya tanpa sedikit dan sejenak pun berpaling dariNya, tanpa alpa dari mengingatNya. Allah menemui dengan CahayaNya dan hamba menghadapnya dengan Sirrnya, hingga sama sekali tidak ada peluang untuk melihat selainNya, dan tidak menyaksikan kecuali hanya Dia.
♥ MUROQOBAH ♥
► TAQORUB menunjukkan sebuah kedekatan sampai-sampai seakan-akan melihatNya, adalah akibat dari kesadaran kuat bahwa “Dialah yang melihat kita.” Kesadaran jiwa bahwa Allah SWT melihat kita terus menerus, menimbulkan pantulan pada diri kita, yang membukakan matahati kita dan sirr kita untuk memandangNya.
Musyahadah, adalah ketersingkapan nyata, yang tidak lagi butuh bukti dan penjelasan, tak ada imajinasi maupun keraguan. Dikatakan, “Syuhud itu dari penyaksian yang disaksikan dan tersingkapnya Wujud.” Nabi Musa as, gagal ketika hasratnya menggebu ingin melihat Allah, laluAllah menjawab, “Kamu tidak bisa melihatKu.”. Dengan kata lain “Kamumu” atau “Akumu” tidak bisa melihatKu. Karena itu Abu Bakr ash-Shiddiq ra berkata, “Aku melihat Tuhanku dengan Mata Tuhanku.” yang berarti bahwa hanya dengan Mata Ilahi saja kita bisa MelihatNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar