Sabtu, 18 Juni 2011

Sekularisasi Tak Identik Kemunduran Agama
Di negara Barat, paham sekularisme mengalir deras. Sementara di lain pihak, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang sangat rasional kini lebih dipercaya daripada agama yang "irasional". Lantas apakah keberadaan dan peran agama akan hilang tergilas sekularisme dan rontok oleh Iptek?
Saat ini sangat berbeda dengan zaman di mana sosok nabi dan tokoh agama memainkan peranan sangat penting di mana dominasi dan hegemoni alam batin dengan kondisi sosial yang serba religius. Saat ini agama berperan tak lebih dari subkultur yang kadang maju atau terdesak ke pinggir atau timbul dan tenggelam dalam budaya yang pluralistik dan virtualistik. Inilah yang saya istilahkan Post-religion, sebuah tahapan kesadaran dan perkembangan masyarakat tentang bagaimana memahami, mengekspresikan dan memerankan agama dalam konteks sosial.
Siapakah atau apakah yang menjadi pesaing agama di zaman sekarang ini?
Mereka itu adalah negara, modal yang bergerak lintas bangsa dan agama, serta teknologi informasi ultramodern yang telah melahirkan virtual society. Dalam logika Max Scheler, dahulu muatan "I" dan "We" penuh dengan emosi, konsep dan norma agama. Kini, "I" cenderung lenyap dalam "We" yang tidak jelas asal-usulnya karena kehadiran virtual culture.
Bagaimana konkretnya keberadaan agama-agama besar ?
Kini kita saksikan agama-agama itu tampil dengan wajah baru dengan warna lokal yang kuat dan sarat dengan kepentingan subyektif. Kita lihat bagaimana kepentingan ekonomi dan subyektifitas kebangsaan memengaruhi Yahudi, begitu pula dengan Nasrani. Namun, rasanya hanya Islam yang masih punya keterkaitan kuat dengan sejarahnya di tanah Arab, tentunya dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Bagaimana pula dengan munculnya paham sekularisme?
Para sosiolog percaya, agama sebagai sesuatu yang irasional akan makin tersingkir dari panggung kehidupan manusia modern. Itulah sebabnya, di banyak negara, terutama negara Barat, institusi-institusi modern seperti politik dan ekonomi harus dipisahkan dari wewenang agama. Inilah namanya sekularisasi yang di negara Barat diwujudkan dalam bentuk pemisahan gereja dan negara. Muncul pula apa yang namanya profanasi, pembersihan agama dari kehidupan kultural masyarakat dan dunia batin manusia.
Apakah ini berarti keberadaan agama akan hilang perlahan-lahan?
Justru itu, saat ini kita saksikan, bila sekularisme sukses memisahkan agama dari negara, profanasi sebaliknya menunjukkan kegagalan yang sangat jelas. Alih-alih tersingkir dan hilang, agama-agama kini malah semakin menegaskan posisinya. Sehingga banyak pengamat yang menilai sekularisasi tidak identik dengan kemunduran agama, tetapi hanya tergesernya otoritas agama dari wilayah politik ke wilayah individu, organisasi dan masyarakat. Bahkan beberapa sosiolog menyatakan, saat ini sekularisme sedang mengalami krisis.
Bisa Anda berikan buktinya?
Di kalangan gereja lahir aggrironamento atau pembaruan gereja dan injilisasi modernitas. Begitu pula di antara pemimpin Vihara di Srilanka, mulai dibicarakan dhammic, yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi ajaran-ajaran moral Budha. Di Yerusalem, para pemimpin agama Yahudi mempertentangkan undang-undang sekuler dengan undang-undang Tuhan. Di belahan dunia lain, kaum revolusioner Kristen Amerika Latin menyuarakan pembangunan kembali ‘kerajaan Allah', sementara Kristen Fundamentalis Amerika Serikat berkeinginan membangun kembali Amerika sebagai Yerusalem Baru. Islam juga tak mau kalah, malah lebih eksplisit. Kaum Islam sudah lama menuduh sekularisasi bertanggungjawab atas kerusakan sendi-sendi masyarakat, seperti kesenjangan sosial, kezaliman, pengangguran dan korupsi yang parah.
Apakah kebangkitan Agama ini akan membuat kehidupan lebih baik?
Ada ironi dalam kebangkitan agama sekarang ini. Gerakan kebangkitan agama di berbagai belahan dunia memperlihatkan watak yang sama: Militan, Keras, dan tidak toleran. Kita bisa sebutkan kelompok islam militan di Indonesia yang tak segan menutup dan merusak rumah-rumah ibadah agama lain, Gush Emunim di Israel yang menghalalkan kekerasan demi mewujudkan bibble tentang Tanah Israel, Bharatiya Janata Party dan Vishwa Hindu Parishad yang memperjuangkan India Hindu secara militan, dan gerakan-gerakan militan lainnya. Apakah ini membuat kehidupan lebih baik? Rasanya tidak juga.
Bagaimana seharusnya agama berperan dalam situasi ini?
Dalam era Post-religion saat ini, agama-agama harus keluar bersama dari benteng masing-masing dan bergandengan tangan memberi jawaban pada problem kemanusiaan. Di era Post-religion ini, batas-batas agama adalah nisbi. Ia hanya berada di ruang ibadat dan ritual, sedangkan aspek-aspek non-ibadat dan ritual bersifat cair dan terbuka. Semua agama seharusnya saling memberi dan menerima nilai-nilai mereka yang agung dan luhur yang mewujud dalam bentuk kerja sama yang tulus dalam mengatasi berbagai krisis dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar