Sabtu, 18 Juni 2011

PERNAHKAH KITA MENYADARI??

oleh Izzat Abidy Muhammad pada 08 Februari 2011 jam 18:22

RENUNGAN KITA

Nabi Ayub as adalah cicit Ibrahim. Ia anak Ish, putra Ishaq. Sedangkan ibunya adalah putri Luth. Besar kemungkinan ia salah seorang dari dua putri yang ditawarkan Luth kepada masyarakat Sodom untuk dinikahi.

Hal yang ditolak oleh para penganut praktek homoseksual itu. Ayub tumbuh di Syam (Syria) dari keluarga kaya raya. Ia mewarisi seluruh kekayaan itu. Setelah dewasa, ia menikahi cucu Yusuf, yakni Rahmah — anak Afrayim. Keluarga Ayub kemudian dikenal masyarakat Hauran dan Tih sebagai keluarga dermawan yang tiada tara.

Ketaatan dan kedermawanan itulah yang menggoda iblis untuk menguji Ayub. Allah pun menantang iblis sekiranya ia sanggup meruntuhkan iman Ayub. Masa ujian itu tiba. Mula-mula rumah dan seluruh kekayaan Ayub terbakar. Ayub tidak surut dalam pengabdiannya pada Allah.

Kemudian seluruh anak-anaknya tewas setelah rumah mereka ambruk. Namun Ayub tetap sabar. Setelah itu, Ayub terserang penyakit kulit yang membuatnya diasingkan masyarakat sekitar. Itupun tidak menggoyahkan hati Ayub. Dua orang istri Ayub minta cerai. Ayub pun menceraikannya.

Hanya Rahmah yang bersumpah setia untuk menemani Ayub hingga akhir hayat. Rahmah yang menggendong Ayub keluar desa begitu mereka diusir masyarakat setempat. Dia terus melayani keperluan Ayub, mencukupi kebutuhannya, bahkan menjual gelung rambut untuk keperluan makan. Masa itu, menjual gelung rambut adalah perbuatan yang dianggap hina. Delapan puluh tahun berlalu dalam cobaan itu.

Ayub tetap merasa belum pantas untuk meminta kesembuhan dari Allah. Ia menganggap beban cobaan itu belum sebading dengan kesenangan yang pernah dinikmatinya.

Namun Rahmah terus meyakinkan Ayub agar berdoa. Allah kemudian berfirman agar Ayub menjejakkan kakinya ke tanah.

Air pun menyembul dari bekas jejakan kaki itu yang dipakainya untuk mandi dan minum. Ayub mendapatkan kesembuhan melalui air itu.

Kisah Ayub dan Rahmah adalah potret ketabahan keluarga rasul dalam menerima cobaan. Mereka menunjukkan bahwa iman adalah segalanya, lebih dari sekadar harta, keluarga maupun pengakuan manusia.

Semoga membaca kisah Nabi Ayub as ini, membuat kita tambah meyakini dengan agama kita ini dan semoga teladan yang telah disampaikan bisa menjadi contoh bagi kita terutama dalam menjalani kehidupan yang semuanya hanya bersifat sementara di bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar