Sabtu, 18 Juni 2011

Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM)
Konsep PBM adalah: dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa PBM adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S., 2004 akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education).
Beberapa problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR. Arief Rahman dalam Mukhlishah, 2002 adalah:
- Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
- Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran.
- Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
Sedangkan menurut Surya, M., 2002 salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal.
Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka. Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah.
Indikator yang menunjukkkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang seharusnya menjadi konsen utama mereka.
Bagaimana peran pemerintah dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?
Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U. 2001 adalah: peran sebagai pelayan masyarakat, peran sebagai fasilitator, peran sebagai pendamping, peran sebagai mitra dan peran sebagai penyandang dana.
Sebagai Pelayan Masyarakat, dalam mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat seharusnya pemerintah memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Melayani masyarakat, merupakan pilar utama dalam memberdayakan dan membantu masyarakat dalam menemukan kekuatan dirinya untuk bisa berkembang secara optimal. Pemerintah dengan semua aparat dan jajarannya perlu menampilkan diri sebagai pelayan yang cepat tanggap, sepat memberikan perhatian, tidak berbelit-belit, dan bukan minta dilayani. Masyarakat harus diposisikan sebagai fokus pelayanan utama.
Sebagai Fasilitator, pemerintah seharusnya merupakan fasilitator yang ramah, menyatu dengan masyarakat, bersahabat, menghargai masyarakat, mampu menangkap aspirasi masyarakat, mampu membuka jalan, mampu membantu menemukan peluang, mampu memberikan dukungan, mampu meringankan beban pekerjaan masyarakat, mampu menghidupkan komunikasi dan partisipasi masyarakat tanpa masyarakat merasa terbebani.
Sebagai Pendamping, pemerintah harus melepaskan perannya dari penentu segalanya dalam pengembangan program belajar menjadi pendamping masyarakat yang setiap saat harus melayani dan memfasilitasi berbagai kebutuhan dan aktivitas masyarakat. Kemampuan petugas sebagai teman, sahabat, mitra setia dalam membahas, mendiskusikan, membantu merencanakan dan menyelenggarakan kegiatan yang dibutuhkan masyarakat perlu terus dikembangkan. Sebagai pendamping, mereka dilatih untuk dapat memberikan konstribusi pada masyarakat dalam memerankan diri sebagai pendamping. Acuan kerja yang dipegangnya adalah tutwuri handayani (mengikuti dari belakang, tetapi memberikan peringatan bila akan terjadi penyimpangan). Pada saat yang tepat mereka mampu menampilkan ing madya mangun karsa ( bila berada di antara mereka, petugas memberikan semangat), dan sebagai pendamping, petugas harus dapat dijadikan panutan masyarakat ( Ing ngarsa sung tulodo).
Sebagai Mitra, apabila kita berangkat sari konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek, maka masyarakat harus dianggap sebagai mitra. Hubungan dalam pengambilan keputusan bersifat horizontal, sejajar, setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sifat ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin tenar/populer sendiri, atau ingin diakui sendiri. Sebagai mitra, pemerintah harus dapat saling memberi, saling mengisi, saling mendukung dan tidak berseberangan dengan masyarakat, tidak terlalu banyak campur tangan yang akan menyusahkan, membuat masyarakat pasif dan akhirnya mematikan kreativitas masyarakat.
Sebagai Penyandang Dana, pemerintah harus memahami bahwa masyarakat yang dilayani pada umumnya adalah masyarakat yang kurang mampu, baik dalam ilmu maupun ekonomi. Belajar untuk belajar bukan menjadi tujuan, tetapi belajar untuk hidup dalam arti bermatapencaharian yang layak. Untuk itu diperlukan modal sebagai modal dasar untuk menerapkan apa yang diyakininya dapat dijadikan sebagai sumber kehidupan dari apa yang sudah dipelajarinya. Pemerintah berperan sebagai penyedia dana yang dapat mendukung keseluruhan kegiatan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat yang disalurkan berdasarkan usulan dari lembaga pengelola PKBM.
Lemahnya Pelibatan Partisipasi Publik
Sebagaimanan hasil penelitian Dewan Pendidikan Surabaya, tentang beberapa pokok persoalan pendidikan di Surabaya, ada lima hal setidaknya yang bisa dihimpun, yaitu, pertama , Masih belum meratanya kualitas pendidikan, termasuk didalamnya akses pendidikan dan sarana prasarananya, sehingga masih sering dijumpai adanya disparitas pendidikan antara sekolah pinggiran dan sekolah non pinggiran. Kedua, Tidak meratanya mutu pendidikan antara wilayah satu dengan wilayah yang lain, ketiga, Belum adanya standard biaya pendidikan minimal bermutu, sehingga masyarakat tidak tahu berapa sebenarnya investasi yang harus mereka keluarkan untuk sebuah pendidikan yang layak didapatkan, hal ini berakibat capaian hasil pendidikan tidak bisa diukur, apakah sudah sesuai dengan investasi yang dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat terhadap hasil yang telah dicapai. Keempat , Pemberdayaan lingkungan pendidikan, serta yang kelima, Masih lemahnya pelibatan partisipasi publik.
BOS sebagai salah satu sumber pendanaan kegiatan sekolah tentu pada saat ini menjadi tumpuan bagi berjalannya kegiatan sekolah, sehingga tanpa adanya BOS seolah olah kegiatan sekolah tidak bisa berjalan, oleh karenanya keterlambatan turunnya dana Bos akan menjadi persoalan bagi berlangsungnya kegiatan program sekolah, apalagi kalau sampai dihapuskan.
Tentu, tidak berlangsungnya kegiatan sekolah hanya karena dana BOS terlambat apalagi dihapuskan adalah sebuah gambaran yang tidak kita harapkan, karena kita tahu keterbatasan anggaran yang pemerintah miliki, oleh karenanya untuk mengatasi itu diperlukan upaya cerdas untuk mencari alternative lain pendanaan bagi kegiatan sekolah.
Sekolah dalam hal ini kepala sekolah sebagai seorang manajer disekolah beserta para guru mempunyai peran penting didalam menggali alternative pendanaan kegiatan sekolah. Peran penting yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan dukungan stakeholder sekolah diantaranya dukungan dari komite sekolah.
Komite sekolah sebagai salah satu stakeholder merupakan wakil masyarakat yang ada disekolah diharapkan dapat mendukung program program yang sudah dirancang sekaligus sebagai salah satu sumber pendanaan. Selain itu juga komite sekolah diharapkan untuk bisa berperan mencarikan dukungan dana bagi berlangsungnya program program sekolah.
Persoalannya hal ini jarang bisa terjadi , mengapa ? Hal ini tidak bisa terlepas dari anggapan masyarakat selama ini bahwa sekolah ketika mengundang wali murid hanya pada saat membutuhkan dukungan dana untuk program programnya, diluar itu jarang sekali melibatkan peran masyarakat. Akibatnya masyarakat tidak merasa memiliki program program tersebut , yang pada akhirnya masyarakat enggan untuk bisa diharapkan memberikan dukungan.
Lemahnya pelibatan partisipasi publik yang berakibat lemahnya dukungan harus diatasi dengan melakukan penguatan pelibatan partisipasi . Sekolah bisa mengoptimalkan peran mereka dengan melibatkan mereka dalam merancang program program sekolah. Penguatan itu bisa dimulai dengan melakukan semacam ” kontrak belajar ” antara pihak sekolah dan walimurid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar